Pessel, hantaran.Co— Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH) resmi menggugat tiga perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) Sumatera Barat, atas dugaan pelanggaran pengelolaan limbah pabrik. Gugatan tersebut kini memasuki tahap mediasi kedua di Pengadilan Negeri (PN) Painan pada Selasa (2/12/2025).
Tiga perusahaan yang menjadi tergugat yakni PT Transco Energi Utama (TEU), PT Kemilau Permata Sawit (KPS), dan PT Muara Sawit Lestari (MSL). Selain itu, Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dan Dinas Perkimtan-LH juga turut digugat karena dinilai lalai melakukan pengawasan serta sosialisasi regulasi lingkungan.
Ketua Umum AJPLH, Soni, S.H., M.H., M.Ling, menjelaskan bahwa objek gugatan berfokus pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) perusahaan yang diduga tidak menggunakan sistem kedap air. Padahal, aturan tersebut telah diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“IPAL yang tidak kedap air dapat menyebabkan tanah di sekitar kolam tercemar limbah. Ini merupakan pelanggaran berat berdasarkan PP 22 Tahun 2021,” kata Soni dalam keterangannya, Kamis (4/12/2025).
Ia menambahkan, persoalan tersebut tidak hanya berdampak pada pencemaran saat ini, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan dalam jangka panjang, terutama terhadap kualitas air tanah.
Soni juga mengutip UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya Pasal 177 dan 178, yang mewajibkan pemegang izin berusaha melakukan pemulihan lingkungan jika kegiatan mereka terbukti menimbulkan kerusakan.
Pada mediasi kedua di PN Painan, dua perusahaan yakni PT Kemilau Permata Sawit dan PT Muara Sawit Lestari tidak hadir. Keduanya hanya mengirimkan surat kepada pengadilan dengan alasan terkendala dampak bencana alam yang tengah terjadi di wilayah tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum PT Transco Energi Utama, Muklis Djasad, S.H., M.H, menyatakan pihaknya siap mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan.
“Kami menghormati gugatan ini. Sejak berdiri, fasilitas pengolahan limbah kami telah diaudit secara berkala dan sesuai regulasi,” ujarnya.
Setelah pemeriksaan berkas awal, majelis hakim menetapkan bahwa perkara ini harus melalui proses mediasi sesuai mekanisme penyelesaian sengketa perdata. Agenda mediasi lanjutan dijadwalkan pada Senin, 9 Desember 2025.
Soni menilai mediasi merupakan kesempatan penting untuk memastikan pemulihan lingkungan dapat dilakukan tanpa harus menunggu proses persidangan yang panjang. Ia berharap hakim menerapkan prinsip In Dubio Pro Natura, yaitu ketika terjadi keraguan dalam pembuktian, maka keputusan harus berpihak pada perlindungan lingkungan.
“Gugatan ini bukan semata proses hukum, tetapi upaya menjaga keberlanjutan lingkungan dan melindungi masyarakat dari risiko pencemaran limbah sawit,” ucap Soni.
Gugatan legal standing yang diajukan AJPLH ini mendapat perhatian luas dari masyarakat, terutama di tengah meningkatnya kekhawatiran terkait potensi pencemaran limbah sawit di Pesisir Selatan.







