Nasional

LKAAM dan MUI Desak Penetapan Status Bencana Nasional

0
×

LKAAM dan MUI Desak Penetapan Status Bencana Nasional

Sebarkan artikel ini
lkaam

Padang, hantaran.Co–Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat (Sumbar), Fauzi Bahar menegaskan bahwa dorongan untuk menetapkan bencana Sumatera sebagai bencana nasional harus tetap berpedoman pada ketentuan perundang-undangan. Penetapan status tersebut tidak dapat dilakukan secara tergesa-gesa, sebab pemerintah memiliki ukuran dan mekanisme yang sudah ditetapkan.

Fauzi menjelaskan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sudah memberikan panduan yang jelas mengenai prosedur penetapan bencana nasional. Tahapan tersebut dimulai dari pemerintah kabupaten/kota yang harus terlebih dahulu menyatakan keadaan darurat dan ketidakmampuan menangani situasi yang terjadi.

Apabila pemerintah kabupaten/kota sudah menyatakan tidak sanggup, barulah penanganan bencana naik ke tingkat pemerintah provinsi. Menurutnya, langkah tersebut penting agar penanggulangan berlangsung sesuai koridor hukum dan memastikan setiap tingkat pemerintahan menjalankan perannya.

Namun demikian, ia melihat kondisi yang terjadi di Sumbar belakangan ini menunjukkan tingginya tingkat kerusakan infrastruktur serta besarnya kerugian materil maupun immateril. Dengan kondisi keuangan daerah yang terbatas, menurutnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar tidak akan mampu menanggung seluruh beban pemulihan secara mandiri.

Ia menambahkan bahwa pemotongan anggaran dari pemerintah pusat semakin mempersempit ruang gerak pemerintah daerah (pemda) dalam melakukan penanganan dan pemulihan pascabencana. Oleh karena itu, ia menilai kelayakan penetapan bencana nasional patut dipertimbangkan dengan serius.

Fauzi menyebut, kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Sumbar pada Selasa (3/12) memberikan harapan baru bagi masyarakat. Komitmen Presiden yang menyatakan akan turun langsung membantu membangun kembali daerah terdampak dinilainya sebagai bentuk perhatian nyata pemerintah pusat.

“Meski demikian, dengan kunjungan Presiden Prabowo kemarin itu sudah membawa angin segar untuk Sumbar. Presiden langsung turun dan berjanji akan ikut membangun Sumbar kembali dari bencana yang ada. Ini yang wajib kita syukuri,” katanya kepada Haluan, Rabu (3/12/2025) di Padang.

Ia menegaskan bahwa jika syarat untuk menetapkan Bencana Nasional memang terpenuhi, LKAAM akan mendukung penuh kebijakan tersebut. Menurutnya, jika seluruh penanganan diminta diserahkan kepada pemerintah provinsi tanpa dukungan pemerintah pusat itu provinsi tidak akan mampu. “Jelas, Sumbar tak akan bisa sendiri,” katanya.

Fauzi juga mengajak seluruh pemangku kepentingan mulai dari anggota DPD, DPR RI, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, hingga para bupati dan wali kota untuk bersatu dalam mempercepat proses pemulihan. Kolaborasi politik dan kelembagaan, katanya, menjadi kunci untuk memperkuat upaya penanganan bencana.

Ia juga menyoroti peran besar para perantau Minang yang selama ini dikenal memiliki kontribusi kuat terhadap pembangunan kampung halaman. Menurutnya, solidaritas perantau akan sangat berarti dalam kondisi bencana seperti sekarang. “Kekuatan para perantau kita tentu tak diragukan lagi. Sudah banyak yang berbuat untuk kampung. Apalagi saat ini kampung halamannya terkena bencana,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar, menyatakan bahwa kerusakan parah serta tingginya jumlah korban akibat banjir bandang di Aceh, Sumut, dan Sumbar telah mendorong MUI untuk mendesak pemerintah menetapkan musibah tersebut sebagai bencana nasional. Langkah itu dinilai penting mengingat skala bencana telah melampaui kemampuan penanganan pemda.

Buya Gusrizal menyampaikan bahwa dirinya telah mendorong langkah tersebut melalui MUI Pusat, terlebih karena saat ini ia dipercaya sebagai Ketua MUI Bidang Metodologi Fatwa. “Ini sudah Buya sampaikan dalam rapat khusus, dan MUI Pusat sudah merespons,” ujarnya, Rabu (3/12/2025).

Desakan serupa sebelumnya disampaikan Ketua Umum MUI, KH Anwar Iskandar pada Sabtu (29/11/2025). Ia menerima laporan mendalam mengenai kerusakan masif di berbagai daerah terdampak, mulai dari jalan, jembatan, rumah warga, fasilitas pendidikan, hingga tempat ibadah yang hancur diterjang banjir bandang.

Menurut KH Anwar, besarnya kerugian dan tingginya dampak bencana telah berada di luar kapasitas pemda. Sejumlah korban masih belum ditemukan, sementara sebagian wilayah terdampak bahkan belum tersentuh bantuan. “Kemampuan pemda sangat terbatas,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa penetapan status bencana nasional akan membuka ruang penanganan yang lebih komprehensif dengan melibatkan seluruh sumber daya pemerintah pusat. Dengan demikian, proses evakuasi, distribusi logistik, serta pemulihan dapat lebih cepat dilaksanakan.

Di beberapa wilayah, kerusakan akses transportasi membuat relawan kesulitan mencapai lokasi bencana. Beberapa titik hanya dapat dijangkau melalui jalur udara, sementara komunikasi seluler terputus total. Kondisi tersebut dilaporkan oleh MUI setempat sebagai situasi yang sangat darurat.

Laporan terbaru juga menunjukkan bahwa tidak semua korban dapat tertangani dengan baik. Di Aceh bagian timur, banjir masih berlangsung dan jalur komunikasi lumpuh, membuat aparat dan relawan kesulitan memetakan kondisi warga secara akurat.

Meski memahami bahwa penetapan bencana nasional membutuhkan kajian mendalam, KH Anwar meyakini BNPB dapat memberikan masukan komprehensif kepada Presiden Prabowo Subianto. “Diperlukan laporan objektif dari daerah agar Presiden tidak salah dalam mengambil keputusan,” katanya.