Akar Tragedi Kanjuruhan

Akar Tragedi Kanjuruhan

Ilustrasi

Oleh Muryadi Eko Priyanto (Mahasiswa Prodi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang)

Duka menyelimuti dunia olah raga Indonesia khususnya sepakbola, tepat setelah sehari Bangsa Indonesia memperingati Peristiwa G30 S/PKI, pada hari Sabtu Malam tanggal 01 Oktober 2022.

Tercatat dalam sejarah terburuk persepakbolaan tanah air Pasca Laga BRI Liga I antara AREMA FC Malang dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang yang mengakibatkan sebanyak 134 Suporter/Aremania meninggal dunia termasuk 2 orang personel Polisi dan ratusan orang lainnya terluka dan dalam perawatan.

Menurut laporan dari Polda Jawa Timur, kerusuhan dimulai setelah pertandingan usai, ketika sekitar 3.000 penggemar memadati lapangan. Mereka belum puas dengan kekalahan tim favoritnya di kandang sendiri. Ini merupakan kompetisi bergengsi antara 2 (dua) Tim Besar Jawa Timur . Kemenangan 3-2 atas Persebaya Surabaya mengakhiri kutukan 23 tahun yang tidak pernah diraih Persebaya di Markas Arema FC.

Polda Jawa Timur menyatakan bahwa tidak semua dari 40.000 penonton itu anarkis. Dikatakan bahwa hanya sekitar 3.000 penonton yang memasuki lapangan, dan para penggemar atau AREMANIA memasuki lapangan setelah akhir pertandingan dan mencoba mencari para pemain dan offisial. Menyaksikan situasi seperti itu, pasukan keamanan mencoba yang terbaik untuk melindungi dan mencegah penggemar melakukan kekerasan terhadap pemain dan offisial.

Pasukan keamanan kemudian menggunakan gas air mata untuk membubarkan pendukung. Gas air mata ditembakkan saat suporter tim berjuluk Singo Edan itu melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan pemain dan offisial.

Mereka melewati beberapa pintu keluar ke satu tempat karena semprotan gas air mata. Kemudian terjadi penumpukan, dan selama penumpukan ini terjadi sesak napas, kekurangan oksigen, dan akibatnya ratusan orang meninggal dunia.

Dari sisi komunikasi terjadinya tragedi kanjuruhan dikarenakan kurang pahamnya aparat keamanan terhadap tradisi sepak bola  negeri ini yang mana menjadi kebiasaan suporter Aremania jika pertandingan sepakbola sudah selesai dan timnya memenangkan pertandingan mereka para suporter akan turun ke lapangan memberi ucapan terima kasih dan bersuka cita.

Tetapi jika timnya kalah dalam pertandingan mereka akan protes ke pelatih, pemain dan offisial ini merupakan bentuk komunikasi verbal yang harus dimengerti dan dipahami tidak hanya oleh aparat tetapi juga pemain, pelatih, official dan panitia pelaksana pertandingan.

Dalam tragedi Kanjuruhan nampak jelas Aparat kurang memahami aturan apabila ada kerusuhan pertandingan sepak bola tidak diperbolehkan menggunakan Gas Air Mata dengan alasan apapun hal ini sesuai ketentuan yang dikeluarkan oleh Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA dan kurangnya koordinasi serta komunikasi antara aparat keamanan (Polisi) dengan panitia pelaksana bila terjadi tindakan anarkisme suporter/aremania agar membuka pintu keluar dan memberi akses seluas-luasnya untuk suporter keluar Stadion.

Tetapi yang terjadi hanya beberapa pintu keluar yang dibuka dan ini menjadi cikal bakal banyaknya Suporter/Aremania yang tewas mengenaskan saling dorong, terinjak-injak dan sesak nafas karena kekurangan oxigen akibat gas air mata yang ditembakan aparat keamanan ke beberapa titik berkumpulnya Suporter/Aremania.

Hal lain untuk mengantisipasi tindakan anarkisme supporter yaitu semua pintu keluar dibuka dan pencahayaan pintu keluar yang bagus menjelang usainya pertandingan kemudian yang utama adalah di dalam stadion dipasang teknologi komunikasi atau informasi berupa pengeras suara yang mampu menjangkau seluruh tribun stadion dan sebelum pertandingan suporter diajak untuk menjaga ketertiban, keamanan dan pengendalian emosi.

Saat jeda di pertengahan pertandingan, kembali panitia mengajak komunikasi suporter dengan hal-hal yang menyejukkan, misalnya menghadirkan tokoh pemuda, masyarakat atau agama dan artis setempat untuk memberikan nasehat, saran dan motivasi, intinya menghadirkan dan menjaga suasana yang kondusif sepanjang pertandingan berlangsung.

Pihak panitia juga bisa membangun komunikasi dengan suporter, melalui koordinator Lapangan pada tiap-tiap tribun. Keberadaan koordinator lapangan pada tiap tribun ini memang membuat panitia pelaksana harus mengeluarkan anggaran tambahan, namun semua itu demi keamanan, kenyamanan dan kesuksesan selama pertandingan berlangsung sampai selesai.

Exit mobile version