Asrizallis, S.Sos, M.Pd.I, MH, MM, M.Sn, M.Si, M.Sos, Wali Nagari Calon Doktor itu Selalu Haus Belajar

Wali Nagari

Asrizallis, S.Sos, M.Pd.I, MH, MM, M.Sn, M.Si, M.Sos. IST

Laporan: Rakhmatul Akbar (Wartawan Utama/Pemred hantaran.co)

Saat momentum Pilkada 2020, gelar akademis yang melekat pada nama Wakil Gubernur (Wagub) Sumbar Audy Joinaldy yang saat itu tampil lewat baliho pencalonan, kerap menjadi buah bibir. Namun ternyata, gelar Ir. Audy Joinaldy, S.Pt, M.Sc, M.M, IPM, ASEAN.Eng itu “bukan tanpa pesaing”. Sebab, Wali Nagari Cubadak, Kabupaten Tanah Datar, juga punya gelar akademis yang tak kalah panjang.

Wali Nagari dengan segudang pengalaman belajar itu bernama Asrizallis, S.Sos, M.Pd.I, MH, MM, M.Sn, M.Si, M.Sos. Jika pada akhir Maret 2021 kemarin Wagub Audy kepada penulis merincikan apa dan di mana saja berbagai gelar akademis dapat diraih, maka beberapa hari lalu giriliran Wali Asrizallis yang berbagi cerita.

Sekadar informasi, gelar akademis panjang yang disandang Wagub Audy diperoleh dari Pascasarjana S2 di Wageningen University Belanda, Magister Manajemen Universitas Hasanuddin Makassar, pendidikan Insinyur Profesional di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, dan gelar Asean.Eng diraih dari Asean Federation Organization. Saat ini, Audy juga tengah sedang menyelesaikan program doktornya di IPB.

Sementara itu Wali Asrizallis, adalah bapak empat anak kelahiran tahun 1971 yang memiliki satu gelar sarjana dan enam gelar magister (S-2). Sama halnya dengan Wagub Audy, Asrizallis juga akan segera menyandang gelar doktor, karena saat ini sedang proses akhir ujian disertasi pada Program Doktoral UIN Imam Bonjol Padang.

“Alhamdulillah. Semua berlangsung dan bisa diselesaikan tak lain dan tak bukan karena dimudahkan Allah SWT. Selama perjalanan menuntaskan pendidikan, memang banyak rintangan, tapi Alhamdulillah dapat selesai juga. Kini Insya Allah akan ujian disertasi. Mohon doa,” kata Asrizallis yang juga mantan pemain PSPP Padang Panjang saat Porda dekade 1990-an.

Percakapan dengan Pak Wali ini berlangsung rileks. Perbincangan dengan suami dari Rochayati, S.Sos, MM itu mudah cair dan cepat akrab walau hanya lewat sambungan telepon. Kepada penulis, ia mengaku resmi dilantik memimpin nagari seluas 317 hektare pada 21 November 2017. Saat dilantik itu, ia bahkan sudah punya empat titel magister.

Asrizallis menjelaskan, gelar sarjana ia peroleh dari Stisipol Pancasakti Bukittinggi dengan gelar S.Sos. Jenjang Strata 1 itu ia tuntaskan pada 1993-1998. Padahal, selepas tamat di MAN Limo Kaum pada 1991, ia sudah menjalani studi S1 di Fakultas Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Padang Panjang selama dua semester.

“Saya terpaksa pindah kuliah karena jadwal perkuliahan di Fakultas Tarbiyah sangat padat. (Jadwal) kuliahnya pagi, siang, dan sore. Sementara saya di saat bersamaan juga bekerja sebagai Hansip di Balai Kota Padang Panjang. Jadi, karena itu, saya putuskan pindah studi. Stisipol Pancasakti Bukittinggi jadi pilihan,” kata pria yang kini juga Dosen di STAI Imam Bonjol Padang Panjang itu.

Bagi Asrizallis, kenangan menuntaskan pendidikan sangat melekat pada momen-momen penuh keterbatasan. Untuk diwisuda sarjana saja, ia harus merantau ke Malaysia terlebih dahulu untuk mencari biaya. Di negeri jiran itu, ia bekerja mengumpulkan uang agar bisa wisuda. Akhirnya pada 1998, Asrizallis wisuda dan berhak menyandang gelar S.Sos

Pada saat itu, akunya, ia tak lagi bekerja formal karena tugas sebagai Hansip di Balai Kota Padang Panjang sudah berakhir sejak 1996, dua tahun sebelum ia tamat. Oleh sebab itu, ia merantau ke Malaysia. Pulang dari negeri jiran, ia berprofesi sebagai pendakwah sekaligus guru mengaji di Pondok Pesantren Tawalib, Gunung, Kabupaten Tanah Datar.

Namun, gelar sarjana yang disandangnya tak bisa menjadi pendukung untuk menjadi guru mengaji. Dari sanalah, ia memutuskan mengambil S2 di IAIN Batusangkar (saat itu masih berstatus sebagai STAIN). Pada 2015, anak kedua dari pasangan Alm. Marlis dan Bainar itu diwisuda dengan titel M.Pd.I pada program studi Pendidikan Islam.

Perjalanan karir pendidikannya semakin menarik saat ia kembali mendaftar pada Prodi Magister Manajemen di STIE Agus Salim, Bukittinggi. Gelar MM pun ia sandang pascawisuda pada tahun 2016.

“Setelah tamat di IAIN Batusangkar, saya kembali mendaftar ke dua jenjang pendidikan S2 lainnya, yakni pada Prodi Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Ekasakti serta Magister Seni di ISI Padang Panjang. Artinya pada 2016, ada tiga program studi pascasarjana yang saya jalani. Dalam kondisi ini, selalu ada saja kemudahan dari Allah SWT,” katanya.

Dari Universitas Ekasakti, ia berhak menyandang gelar MH dan dari ISI Padang Panjang ia meraih gelar M.Sn. Ada pun dua jenjang pendidikan S2 lainnya yang ia selesaikan Prodi Pengelolaan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan pada Universitas Bung Hatta dengan gelar M.Si, serta gelar M.Sos dari Stisipol Bukittinggi.

Tetap Mengurus Nagari

Di saat dahaganya untuk belajar tak pernah usai, Asrizallis tetap mengurus dan mengelola nagarinya dengan maksimal. Dalam bekerja, ia mengedepankan transparansi dalam penggunaan anggaran, yang kemudian ia kelola lewat situs web nagari, yang menampilkan dengan jelas jumlah anggaran yang dikelola, dengan nilai Rp1,6 miliar lebih.

“Tugas sebagai wali nagari tak mungkin diabaikan. Ini semua adalah kepercayaan masyarakat yang harus saya pertanggungjawabkan. Pelayanan tentu harus tetap optimal dan prima,” katanya lagi.

Lalu, apakah tuntas sampai di sana dalam mengenyam pendidikan, ternyata tidak. Saat ini, Asrizallis tengah menempuh program doktoral di UIN Imam Bonjol, Padang. Konsentrasinya adalah Pendidikan Islam. Jika tak ada aral melintang, tahun ini ia akan menyandang gelar doktor.

“Kini tengah proses ujian disertasi. Insya Allah segera rampung dan saya mohon doanya,” kata pria yang juga mengaku pernah menjadi Satpam di BNI Padang Panjang dan PLN Pekanbaru pada awal dekade 2000-an.

Jika gelar doctor nanti berhasil ia raih, maka Asrizallis akan menjadi pengajar kelima di STAI Imam Bonjol Padang Panjang yang bertitel doktor. Semangat untuk menimba ilmu baginya tak terlepas dari semangat Islam yang mengajarkan umatnya untuk menimba ilmu dari lahir hingga akhir hayat.

“Saya akan tetap belajar dan belajar terus. Minimal, saya ingin menjadi panutan bagi keluarga dan masyarakat sekitar di Nagari Cubadak. Saya hanya bisa berharap, agar generasi penerus di kampung ini minimal bisa berpendidikan hingga SMA. Kalau sarjana, tentu jauh lebih baik,” ucapnya sebelum menutup perbincangan. (*)

hantaran.co

Exit mobile version