Bencana Sumatra 2025 seharusnya menjadi titik balik kesadaran pemerintah. Jika negara terus memberi izin penebangan di wilayah rawan ekologis, membatasi ruang adat, dan meminggirkan struktur spiritual masyarakat lokal, maka siklus bencana hanya akan terus berulang. Ekoteologi Nusantara menawarkan kerangka etis untuk membenahi kebijakan lingkungan yaitu mengelola bumi dengan rasa hormat, melibatkan komunitas adat dalam pengambilan keputusan, dan menolak pembangunan yang mengorbankan keseimbangan ekologis.
Indonesia tidak kekurangan data ilmiah, tidak kekurangan tradisi kearifan lokal, dan tidak kekurangan penjelasan teologis tentang pentingnya menjaga alam. Yang kurang adalah keberanian politik untuk menempatkan keberlanjutan ekologis di atas kepentingan ekonomi sesaat. Jika pemerintah berani menjadikan nilai spiritual dan kearifan ekologis sebagai fondasi kebijakan publik, maka bencana tidak lagi menjadi nasib, tetapi sejarah yang bisa dihentikan.
Oleh : Jemmy Ibnu Suardi
Peneliti Ekoteologi dan Pemerhati Lingkungan Hidup







