Padang, hantaran.Co–Bencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah kabupaten/kota di Sumatera Barat (Sumbar) pada akhir November lalu meninggalkan dampak serius bagi sektor pertanian. Data terbaru yang dirilis BPTPH Sumbar per 2 Desember 2025 menunjukkan kerusakan luas pada sentra pangan, khususnya padi sawah yang menjadi penopang produksi beras di Ranah Minang. Total lahan padi terdampak mencapai 2.798,43 hektare, di mana 496,34 hektare di antaranya mengalami puso atau gagal panen total.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (Distanhorbun) Sumbar, Afniwarman mengatakan bencana kali ini memberikan tekanan berat bagi kemampuan daerah menjaga ketahanan pangan.
Ia menerangkan, sebagian besar lahan yang rusak berada pada fase produktif dan siap memasuki masa panen, sehingga kerugian ekonomi yang ditimbulkan jauh lebih besar dibanding kejadian banjir biasa. “Kerusakan terbesar dialami oleh Kabupaten Agam dan Kabupaten Padang Pariaman, dua wilayah sentra produksi beras penting di Sumbar,” ujarnya kepada Haluan, Selasa (2/12/2025).
Di Kabupaten Agam, total lahan padi yang terdampak tercatat mencapai 349 hektare, dengan 127,55 hektare mengalami puso. Sementara di Padang Pariaman, luas kerusakan mencapai 420,37 hektare dan 168,16 hektare di antaranya gagal panen total. Angka ini jelas pukulan telak bagi petani yang sudah mengeluarkan biaya produksi sejak masa tanam Oktober lalu.
“Bencana galodo kali ini memukul sektor pertanian cukup serius. Hampir tiga ribu hektare sawah terdampak, dan sebagian besar berada pada fase kritis menjelang panen. Petani kehilangan pendapatan, dan produksi pangan daerah akan ikut terkoreksi,” kata Afniwarman.
Kerusakan juga merata di Kabupaten Solok, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Solok, dan Kota Padang Panjang. Kabupaten Solok mencatat lahan terdampak seluas 643,05 hektare, meski tidak seluruhnya berakhir puso, karena beberapa lokasi masih berpeluang dipulihkan.







