Nasional

Pemulihan Terancam Melambat, Ekonomi Berpotensi Kolaps

4
×

Pemulihan Terancam Melambat, Ekonomi Berpotensi Kolaps

Sebarkan artikel ini
ekonomi

Namun, bahkan dengan seluruh perhitungan tersebut, hingga kini pemerintah pusat seolah masih โ€œengganโ€ menaikkan status bencana di Sumatera menjadi bencana nasional. Pusat berkilah penanganan bencana yang dilakukan saat ini sudah sesuai โ€œstandarโ€ bencana nasional.

“Penanganannya (bencana Sumatera) sudah standar nasional,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno saat konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).

Pratikno mengatakan, Presiden Prabowo Subianto telah meminta seluruh kementerian/lembaga (K/L) Kabinet Merah Putih agar fokus menangani bencana Sumatera. Oleh karena itu, pemerintah pusat tidak mempersoalkan status penerapan penanganan bencana di Sumatera.

“Seluruh kementerian/lembaga diperintahkan oleh Bapak Presiden, termasuk TNI, Polri, BNPB dan semua komponen untuk mengerahkan sumber dayanya semaksimal mungkin menangani bencana di Sumatera. Jadi, sekali lagi penanganannya benar-benar penanganan full kekuatan secara nasional,” kata Pratikno.

Memperlambat Proses Pemulihan

โ€œKeenggananโ€ pusat untuk segera menetapkan status bencana nasional ini dipandang Direktur Kerja Sama dan Hilirisasi Riset Universitas Andalas (Unand), Dr. Eng. Muhammad Makky berpotensi memperlambat proses pemulihan, terutama bagi daerah dengan kapasitas fiskal terbatas.

Sumbar misalnya, berada pada posisi rentan apabila seluruh beban pemulihan infrastruktur pascabencana harus ditanggung oleh pemerintah daerah (pemda). Ia menegaskan bahwa kemampuan keuangan Sumbar tidak sekuat provinsi-provinsi besar lain di Pulau Jawa, Bali, maupun wilayah Sumatera bagian timur yang memiliki APBD lebih besar.


โ€œKita memahami adanya keterbatasan ekonomi daerah. Kalau seluruh beban perbaikan dipikul provinsi, pemulihannya bisa sangat lama. Infrastruktur yang rusak besar dan biayanya tidak kecil. Tentu akan dilakukan bertahap, tidak bisa sekaligus,โ€ ujar Makky kepada Haluan, Rabu (3/12/2025).

Makky melihat bahwa status bencana nasional bukan semata label administratif, melainkan pintu akses menuju mobilisasi anggaran negara, penambahan sumber daya, dan percepatan penanganan lintas kementerian.

Menurutnya, situasi di Sumbarโ€”dengan ratusan kilometer jalan rusak, jembatan putus, ribuan warga mengungsi, hingga kerusakan ekosistem di huluโ€”sudah memenuhi unsur urgensi tersebut. 

โ€œBiaya terbesar nanti adalah perbaikan infrastruktur. Jika tidak ada dukungan dana khusus dari pusat, Sumbar akan menghadapi pemulihan jangka panjang yang melelahkan, dan itu tidak adil bagi masyarakat yang menjadi korban bencana ekologis yang skalanya lintas provinsi,” katanya.

Makky menegaskan bahwa percepatan pemulihan sangat bergantung pada dukungan pusat. Dengan kerusakan yang bersifat meluas dan menuntut rekonstruksi besar-besaran, APBD Sumbar dipastikan tidak mampu menanggung kebutuhan tersebut secara mandiri.

โ€œKecepatan pemulihan itu sangat bergantung pada dukungan pusat. Kalau tidak, pemulihannya tidak hanya lama, tapi bisa tidak merata. Infrastruktur vital harus diprioritaskan, dan itu butuh dana besar,โ€ katanya.

Hal senada juga disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Negeri Padang (UNP), Dr. Edo Andrefson. Ia menilai kegamangan dalam menetapkan status bencana nasional justru menghambat mobilisasi sumber daya besar yang dibutuhkan untuk percepatan penanganan.


โ€œDengan korban jiwa ratusan, ribuan hektare kerusakan, dan infrastruktur runtuh di tiga provinsi, semestinya pemerintah pusat tidak lagi ragu. Ini sangat jelas memenuhi indikator bencana nasional,โ€ katanya.

Menurut Edo, ketidaksigapan menangani akar persoalan, ditambah lambannya respons kebijakan pada level nasional, semakin memperdalam penderitaan masyarakat di wilayah terdampak.

Dalam pandangannya, bencana kali ini harus menjadi titik balik yang serius. Edo menyerukan perlunya โ€œpertobatan ekologisโ€, yakni perubahan paradigma besar-besaran dalam memandang dan mengelola alam.

โ€œPertobatan ekologis bukan jargon. Ini ajakan untuk merombak cara kita membangun, memproduksi, menegakkan hukum, mengelola ruang, dan memulihkan lingkungan. Jika tidak, Sumatera akan terus menjadi panggung bencana demi bencana,โ€ ujarnya.

Berpotensi Sulit Bangkit

Pakar Ekonomi Universitas Andalas (Unand), Sri Maryati menegaskan bahwa Sumbar adalah provinsi dengan kemampuan pemulihan paling rentan dibandingkan provinsi terdampak lainnya di Sumatera.

โ€œKerusakan yang terjadi bukan hanya memutus aktivitas ekonomi, tetapi juga menggerus fondasi utama pertumbuhan. Sumbar itu sebarannya luas, dan di satu sisi ini menjadi kekuatan, tapi dalam konteks bencana justru membuat pemulihan jadi sangat sulit. Kita secara kasar memang seperti Aceh, namun Aceh punya penyokong migas dan Sumut memiliki industri kuat. Sumbar tidak memiliki itu. Oleh karena itu, saya melihat Sumbar adalah daerah yang paling sulit untuk bangkit,โ€ katanya kepada Haluan, Rabu (3/12/2025).