Berita

Badut-Badut Kebencanaan

2
×

Badut-Badut Kebencanaan

Sebarkan artikel ini
badut

Mungkin dimulai dulu dari badut yang kebetulan menjadi ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang ketika banjir masih belum sepenuhnya surut dengan lantang tanpa mengecek kondisi di lapangan mengatakan jika skala bencana yang terjadi “hanya besar” di sosial media saja akibat masifnya pemberitaan autodidak yang dilakukan para penggunanya. Meskipun pernyataan ini kemudian diralat, tapi publik sudah terlanjut mencatat buah bibir dari orang yang justru sigap mengomandoi penanggulan bencana di negara ini.

Setali tiga uang dengan pernyataan seorang pejabat kementerian kehutanan yang menanggapi banyaknya batang-batang kayu berukuran besar yang terbawa arus banjir dan menghampar memenuhi garis pantai barat Sumatera pascabanjir. Kayu-kayu yang terpotong rapi tersebut katanya terbawa oleh arus banjir, bukan oleh sebab lainnya semisal memang sengaja dipotong oleh pembalak liar atau korporasi.

Kira-kira pejabat tersebut mengatakan bahwa arus air memiliki kemampuan setara dengan ribuan gergaji mesin yang dapat dengan rapi memotong tepat pada porsi terbesar sebuah batang kayu meranti, keruing, ulin, dan jenis-jenis komersil lainnya tersebut.

Lalu, sosial media ramai menampilkan berita lengkap dengan foto-foto seorang pejabat dari ibu kota yang datang khusus untuk membantu meringankan penderitaan korban banjir. Dokumentasi memperlihatkan betapa jerih ia mengangkat sekarung beras, tidak membiarkan ajudannya di kiri dan kanan yang membawakan.

Juga dengan khidmatnya ia mendengarkan jerit pilu seorang ibu korban banjir sambil kemudian menghiburnya atau ketika ia bertepekur menatap limpahan air yang saban hari menyapu kampung yang tengah dilawatnya. Tapi khalayak tidak lupa, bahwa justru di tangan orang yang sedang ramai memperlihatkan kepeduliannya di sosial media tersebut kemungkinan besar semua bencana ini terpicu.

Sebab ketika ia memegang jabatan tertinggi di bidang lingkungan, justru tanda tangannya yang mengesahkan pembabatan hutan dan alih fungsi lahan besar-besaran. Bahkan Taman Nasional Tesso Nilo di Riau yang menjadi salah satu benteng pertahanan gajah Sumatera, badak, tapir, dan beragam organisme terancam (termasuk suku terasing Talang Mamak) menjadi berkurang drastis hingga tertinggal belasan persen dari luasan awalnya.