Padang, hantaran.Co–Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar, Wengki Purwanto menyebut, baik Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) maupun Menteri Kehutanan (Menhut) adalah aktor negara yang bertanggung jawab langsung atas kerusakan ekologis di Sumbar.
Ia menyebut, bencana yang terjadi bukan fenomena alam semata, melainkan akibat akumulasi panjang dari perizinan yang salah arah dan pembiaran eksploitasi di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS). “Jangan berebut cuci tangan ketika masyarakat sedang kehilangan rumah, kebun, dan sanak keluarga. Pemerintah pusat dan daerah sama-sama gagal menjaga hutan Sumbar,” tutur Wengki, Rabu (4/12/2025).
Wengki mengingatkan publik bahwa Gubernur sendiri memiliki rekam jejak panjang dalam memberikan rekomendasi izin yang membuka kawasan hutan untuk eksploitasi. Pada Februari 2021 misalnya, Gubernur Sumbar mengirimkan rekomendasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membuka ±43.591 hektare hutan di Solok Selatan untuk guna usaha hutan alam oleh PT Bumi Rangkiang Sejahtera.
Padahal, di dalam kawasan itu terdapat enam lokasi perhutanan sosial yang menjadi sumber hidup masyarakat adat. Selain itu, Pemprov Sumbar juga pernah merekomendasikan pembukaan hutan di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, seluas ±25.325 hektare untuk PT Sumber Permata Sipora.
Kedua rekomendasi tersebut, menurut Walhi, memperlihatkan betapa pemerintah daerah (pemda) ikut aktif mengubah lanskap ekologis menjadi ladang eksploitasi skala besar.
Data Walhi menunjukkan bahwa kurun waktu 1990 hingga 2014, ±158.831 hektare hutan Sumbar telah dialihfungsikan untuk 29 perusahaan perkebunan besar, terutama kelapa sawit. Banyak dari perusahaan tersebut kemudian terbukti melakukan pengubahan kawasan hutan secara melawan hukum. Konflik agraria pun berkepanjangan, sementara ekosistem hutan terus melemah hingga kini memicu kerentanan bencana yang tidak lagi bisa dibendung.
Tidak berhenti di situ, hingga tahun 2020, ±183.705 hektare hutan Sumbar masih dibebani izin eksploitasi kayu alam, ditambah 65.432 hektare untuk Hutan Tanaman Industri, dan 1.456 hektare diberikan untuk izin tambang resmi.






