Kita semua menyadari bahwa musibah dapat menimpa siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Tidak seorang pun dapat memastikan bahwa hidupnya akan selamanya lapang tanpa cobaan. Karena itu, memahami hakikat musibah dan cara menjaga diri darinya merupakan keperluan penting bagi setiap manusia.
Di dalam ajaran Islam, musibah bukanlah kejadian tanpa arah. Allah SWT memiliki rahasia dan tujuan ketika mendatangkan bencana atau ujian. Ada kalanya musibah menjadi teguran agar manusia kembali kepada Tuhannya, ada kalanya sebagai penghapus dosa, dan sering kali sebagai sarana untuk meninggikan derajat orang beriman. Maka, kedatangan musibah bukan hanya peristiwa duniawi, tetapi bagian dari pendidikan ilahi bagi jiwa.
Untuk memperoleh kondisi aman dari berbagai bentuk bencana atau kemampuan menghadapi musibah dengan hati yang teguh kita memerlukan keseimbangan antara usaha batin, usaha lahir, dan kekuatan sabar. Inilah tiga pendekatan utama agar seorang hamba tetap terlindungi dalam lindungan Allah SWT.
Pendekatan pertama berkaitan dengan upaya keagamaan, yakni memperkuat hubungan dengan Allah melalui doa dan zikir. Nabi Muhammad SAW sendiri memohon perlindungan dengan doa, “Allahumma inni a‘udzubika min jahdil-bala’,” yang artinya, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari beratnya cobaan.”
Ayat-ayat Al-Qur’an pun menunjukkan bahwa istighfar dapat menjadi sebab dihilangkannya kesulitan dan diturunkannya pertolongan. Dengan memperbanyak zikir pagi dan petang, menjaga shalat, dan bersedekah, seorang hamba seolah membangun benteng rohaninya agar tidak mudah digoyahkan musibah.
Doa dan zikir tersebut tidak hanya menjadi permohonan, tetapi juga menenangkan hati. Ketika lidah terbiasa menyebut nama Allah, kecemasan pun perlahan luruh. Sedekah yang dilakukan dengan niat tulus menjadi sebab dibukanya pintu keberkahan. Zikir harian menjaga kesadaran kita bahwa segala sesuatu berada dalam pengawasan Yang Maha Melindungi. Inilah keamanan batin yang menjadi fondasi keselamatan lahir.
Pendekatan kedua adalah upaya duniawi atau mitigasi, yaitu langkah-langkah praktis untuk menghindari bahaya dan mengurangi risiko. Islam mengajarkan bahwa tawakal harus didahului dengan ikhtiar. Rasulullah SAW menasihati seorang sahabat agar mengikat untanya terlebih dahulu sebelum berserah diri kepada Allah. Artinya, kehati-hatian adalah bagian dari ajaran agama.






