Solok, hantaran.Co–Hujan yang turun tanpa jeda sejak 24 November 2025 itu mula-mula hanya terdengar sebagai denting biasa di atap rumah warga. Namun menjelang dini hari 25 November, suara gemuruh dari arah sungai berubah menjadi arus besar yang membawa lumpur, kayu, dan reruntuhan tanah basah, menerobos masuk ke pemukiman tanpa memberi peringatan.
Sejak pagi 25 November, halaman Balai Kota berubah menjadi pusat denyut penyelamatan. Posko Utama berdiri, peta titik banjir terbentang, radio komunikasi tak henti berkicau. Setiap keputusan diambil dengan satu tujuan yang sama, menyelamatkan nyawa, mengalirkan bantuan tanpa jeda, dan memastikan tak ada warga yang terjebak tanpa pertolongan.
Pada Kamis (27/11/2025), dua sungai utama Batang Lembang dan Batang Gawan kembali meluap bersamaan, menyapu kawasan permukiman dalam hitungan menit. Ratusan rumah terendam, puluhan hektare lahan pertanian hancur, dan banyak warga hanya sempat menyelamatkan diri – bukan harta benda mereka.
Di tengah kegelapan dan hujan yang terus mengguyur, teriakan meminta tolong bersahut-sahutan. Tangis balita, suara mesin perahu karet, dan langkah-langkah panik warga berpadu menjadi satu irama bencana. Tim BPBD, TNI–Polri, Basarnas, dan para relawan hadir seperti laron yang muncul dari segala penjuru. Mereka bergerak cepat menembus arus, mengevakuasi warga satu per satu, memikul tubuh renta, hingga menuntun anak-anak yang ketakutan.
Di antara pasang-surut kepanikan itu, sosok Wali Kota Solok Solok, Dr. Ramadhani Kirana Putra, hampir selalu terlihat di medan banjir. Kakinya basah berlumpur, bajunya tak pernah kering sepenuhnya. Ia ikut mengangkut logistik, menembus genangan, hingga memanggul langsung bantuan ke rumah warga yang terisolasi. “Yang penting warga selamat dulu,” begitu ucapannya yang berulang disampaikan para relawan.
Sedikitnya 9.375 jiwa atau 2.978 KK terdampak. Dari jumlah tersebut, 2.841 jiwa mengungsi meninggalkan rumah yang terendam lumpur. Sebanyak 2.233 unit rumah serta berbagai fasilitas publik, mulai dari tempat ibadah, sekolah, lahan pertanian, hingga usaha kecil, tak luput dari kerusakan. Kerugian sementara ditaksir mencapai Rp10 miliar.
Semua daya dikerahkan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, terutama ketersediaan pangan bagi warga terdampak. Termasuk menarik dukungan sejumlah dapur SPPG yang sejatinya menyediakan makanan bergizi gratis bagi pelajar, dialihkan untuk membantu warga terdampak banjir.
Senin 1 Desember 2025, bantuan mengalir seperti napas baru bagi warga. Logistik BNPB datang dan langsung didistribusikan ke titik-titik rawan. Beras, makanan siap saji, obat-obatan, selimut, matras hingga peralatan kebersihan memenuhi posko sebelum digeser menuju tangan warga yang membutuhkan.
Baca Juga: KPU Sumatera Barat Sosialisasikan PKPU No 3 Tahun 2025
Kunjungan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya memberikan tambahan energi bagi petugas. Ia meninjau lokasi-lokasi terdampak dan memastikan dukungan pemerintah pusat berjalan mulus. Bersamaan dengan itu, dua hari berselang, Andre Rosiade sang politisi Senayan datang dengan helikopter yang mendarat mulus di Lapangan Merdeka. Bantuan pun kembali mengalir ke masyarakat terdampak. Wali Kota Ramadhani kembali ingin memastikan, semua berjalan cepat dan sistematis.
Memasuki minggu kedua, riuh evakuasi berubah menjadi denyut pemulihan. Warga menyapu lumpur setebal pergelangan tangan dari lantai rumah, petugas membersihkan jalan yang masih dipenuhi endapan, dan tim teknis mulai memperbaiki akses yang sempat terputus. Peringatan HUT Korpri pun beralih menjadi medan pengabdian ASN turun ke kubangan lumpur, membersihkan selokan, jalan, dan rumah warga.
Rapat evaluasi di Posko Utama digelar hampir setiap hari. Data kerusakan dirapikan, rumah-rumah dipetakan, rencana rehabilitasi mulai disusun. Namun masa tanggap darurat tidak hanya dihitung dengan ketinggian air atau lamanya hujan. Ia dihitung dari tenaga manusia, petugas yang tak tidur penuh selama dua minggu, warga yang sabar menunggu bantuan, dan kekuatan mereka memulai hidup dari rumah yang luluh lantak.
Pada Senin (8/12/2025), masa tanggap darurat resmi berakhir. Air telah surut, akses terbuka kembali, dan bantuan menjangkau seluruh wilayah terdampak. Para siswa kembali ke sekolah, semua aktivitas nyaris sudah kembali normal. Tetapi Solok menyadari satu hal penting, bencana tidak hanya meninggalkan kerusakan, ia juga menyingkap betapa kuatnya solidaritas warganya.
Gelombang air mungkin meruntuhkan dinding dan infrastruktur, tetapi gelombang kepedulian selama 14 hari itu membangun kembali sesuatu yang lebih kokoh, kebersamaan. Kota Solok bangkit bukan semata oleh mesin berat atau tumpukan logistik, tetapi oleh tangan-tangan yang saling menggenggam di tengah lumpur, pada masa ketika harapan diuji, namun tidak pernah benar-benar padam






