Berita

Data Kerugian Tak Bergerak, Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bisa Tersendat

1
×

Data Kerugian Tak Bergerak, Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bisa Tersendat

Sebarkan artikel ini
data

Padang, hantara. Co–Sepekan sudah banjir dan galodo menerjang 13 kabupaten/kota di Sumatera Barat (Sumbar). Namun hingga Selasa (9/12/2025) pukul 14.28, data kerugian yang tercantum pada dasbor resmi Pemerintah Provinsi Sumbar masih di angka Rp1,9 triliun. Angka itu tak kunjung bergerak sejak hari-hari awal bencana. Belum masuknya data kabupaten/kota terdampak dinilai menjadi penyebab tak juga bergeraknya data kerugian tersebut. Padahal, data kerugian bencana adalah fondasi dari semua tahapan penanganan bencana ke depan.

Kepala Center of Disaster Monitoring and Earth Observation Universitas Negeri Padang (UNP), Prof. Pakhrur Razi, Ph.D., menegaskan bahwa data kerugian bencana adalah fondasi dari semua tahapan penanganan bencana. Ia menyebut bahwa angka kerugian bukan hanya deretan nominal belaka, melainkan gambaran menyeluruh atas dampak yang dialami masyarakat dan lingkungan.

“Data kerugian bencana menjadi dasar seluruh siklus penanggulangan bencana. Pada tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi, data tersebut menjadi pijakan utama dalam perencanaan teknis, baik untuk infrastruktur, hunian, maupun aspek sosial ekonomi korban,” ujar Pakhrur Razi kepada Haluan Selasa (9/12/2025).

Baca Juga : Masa Tanggap Darurat, Dinas Pertanian Sudah Obati 58 Sapi

Ia menambahkan, angka Rp13 triliun yang dirilis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kemungkinan baru mencakup kerusakan fisik sektor infrastruktur. Sementara itu, kerugian nonfisik seperti pertanian, pendidikan, dampak psikososial, hingga hilangnya mata pencaharian masyarakat masih belum sepenuhnya terhitung.

Ketidaklengkapan data seperti ini dapat memengaruhi kemampuan pemerintah dalam menyusun rencana pemulihan jangka pendek maupun jangka panjang. Sektor-sektor nonfisik kerap luput dari pendataan awal, padahal justru memiliki dampak paling besar terhadap kehidupan masyarakat terdampak.

Menurut Pakhrur Razi, data kerugian bencana juga berperan dalam menentukan besaran bantuan dari berbagai tingkatan pemerintahan maupun lembaga internasional. Pemerintah pusat, provinsi, lembaga donor, NGO, hingga sektor swasta menyusun alokasi anggaran berdasarkan besarnya kerugian yang terdokumentasi.

Jika data tersebut simpang siur, ia mengingatkan, penyaluran bantuan dapat menjadi tidak tepat sasaran bahkan tumpang tindih antara satu lembaga dan lainnya. Pada akhirnya, masyarakat korban bencana dapat menjadi pihak yang paling dirugikan akibat tidak presisinya informasi di lapangan.