Ia mengaku kondisi psikologis warga sangat berat, terutama bagi mereka yang kehilangan keluarga. “Setiap hari ada yang menangis di tenda. Ada yang linglung. Ada anak-anak yang takut kalau mendengar suara helikopter. Anak-anak kami butuh pendampingan, tidak hanya makanan” katanya.
Namun ia juga melihat tanda-tanda kehidupan yang mulai kembali. Dapur umum mulai stabil, relawan datang hampir setiap hari dan komunikasi sudah sedikit membaik. “Harapan kami sederhana saja, pemulihan jangan setengah jalan. Kami ingin bangkit, tapi kami butuh pegangan,” ujarnya.
Kepala Dinas Kominfo Agam, Roza Syafdefianti, mengatakan pemerintah daerah terus memperbarui data dan memastikan arus informasi berjalan cepat dan akurat, terutama di lokasi yang sulit dijangkau. Ia membenarkan bahwa kerusakan infrastruktur yang parah membuat koordinasi sempat terhambat.
“Sebagian besar jaringan komunikasi dan akses jalan pada hari-hari pertama benar-benar lumpuh. Tapi tim bergerak cepat melakukan pemulihan. Kini komunikasi sudah jauh lebih baik sehingga distribusi bantuan lebih teratur,” ujar Roza.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dalam menangani dampak bencana yang sangat luas ini. Dengan 5.242 jiwa mengungsi, hampir 1.500 rumah rusak, 67 jembatan terputus dan ribuan hektare lahan pertanian hancur, pemulihan akan memakan waktu panjang.
“Ini bukan bencana kecil. Dampaknya sangat besar pada sosial, ekonomi dan psikologis masyarakat. Karena itu pemerintah melakukan penanganan secara komprehensif darurat, pemulihan dan rehabilitasi,” jelasnya.
Roza menekankan bahwa data yang akurat menjadi dasar penting dalam menentukan langkah bantuan dan kebijakan ke depan. “Kami terus memperbarui data agar setiap warga yang terdampak benar-benar terakomodasi kebutuhannya. Tidak boleh ada yang terlewat,” katanya.







