Sejak saat itu, kecemasan keluarga semakin memuncak, terlebih ketika pada pukul 11.00 WIB ponselnya sudah tak lagi dapat dihubungi, menandai awal hilangnya jejak ibu dan anak tersebut.
Tak lama kemudian, suami korban mencoba menghubungi ibu kos tempat anaknya tinggal di Bukittinggi. Dari ibu kos itu, ia mendapat kabar mengejutkan bahwa rumah dalam keadaan terkunci dan listrik padam. Ibu kos juga menyatakan bahwa pada pagi hari, Resmaini dan anaknya sempat pamit untuk pulang kampung.
Dari informasi itu, keluarga mulai menduga bahwa Resmaini dan anaknya kemungkinan terseret arus galodo saat melintasi kawasan Jembatan Kembar di Padang Panjang, salah satu titik yang pada hari tersebut dilaporkan mengalami dampak terparah dari banjir bandang.
Menyadari situasi yang semakin genting dan tidak adanya kabar dari keduanya, suami korban akhirnya memutuskan untuk segera pulang demi mencari jejak istri dan anaknya.
Pada saat itu Nofri, yang menjadi satu-satunya anggota keluarga yang menetap di rumah karena sang ayah sedang bekerja di Bogor, telah melaporkan kehilangan ibu dan adiknya kepada wali korong serta wali nagari. Namun hingga saat ini, pencarian belum menunjukkan perkembangan.
Upaya identifikasi melalui pencocokan DNA terhadap sejumlah jenazah korban banjir yang dibawa ke RS Bhayangkara juga telah dilakukan dua kali, namun tidak satu pun yang menunjukkan kecocokan dengan identitas keluarganya.
“Kami sangat berharap istri dan anak saya yang hilang sejak 27 November sampai hari ini, 11 Desember, masih dapat ditemukan dalam keadaan selamat,” ujar Syafril dengan suara bergetar, tak mampu menyembunyikan kesedihan yang terus menghimpitnya.
Sementara itu, kondisi Nofri disebut masih mengalami trauma berat. Selain rumahnya rusak dihantam banjir, ia juga harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan ibu dan adiknya yang hingga kini belum ditemukan.
Pihak keluarga berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih, terutama dalam mempercepat proses pencarian dan memastikan informasi resmi terkait keberadaan para korban hilang.
Musibah yang melanda Sumbar bukan hanya merenggut harta benda, tetapi juga robekan luka yang tak mudah disembuhkan bagi keluarga yang masih menunggu kepastian orang-orang tercinta.







