Banner
Opini

Setelah Perpanjangan Tanggap Darurat, Lalu Apa?

11
×

Setelah Perpanjangan Tanggap Darurat, Lalu Apa?

Sebarkan artikel ini
tanggap

Refleksi dari peristiwa ini membawa kita pada pertanyaan mendasar: apakah negara (Pusat hingga Daerah) telah menempatkan keselamatan warga sebagai ukuran utama dalam setiap keputusan kebencanaan? Ataukah ukuran administratif masih lebih dominan dibanding kebutuhan nyata di lapangan? Di sinilah hukum diuji bukan sebagai teks, tetapi sebagai keberanian mengambil keputusan dalam situasi genting.

Ke depan, penetapan status bencana perlu semakin berbasis pada indikator objektif dan penilaian cepat yang terukur. Pemanfaatan data hidrometeorologi, citra satelit, dan analisis risiko harus menjadi bagian dari praktik pengambilan keputusan, bukan pelengkap belaka. Negara dituntut adaptif, karena bencana bergerak lebih cepat daripada prosedur.

Selain itu, isu yang tidak kalah mendesak adalah penetapan lokasi pembangunan hunian sementara (huntara). Keputusan mengenai lokasi huntara tidak boleh bersifat tergesa-gesa ataupun sekadar memanfaatkan tanah yang tersedia. Ia harus mempertimbangkan aspek keselamatan dari ancaman bencana lanjutan, akses terhadap layanan dasar, keberlanjutan mata pencaharian warga, serta ikatan sosial komunitas terdampak. Kesalahan dalam menentukan lokasi huntara berpotensi menciptakan kerentanan baru dan memperpanjang penderitaan korban.

Urgensi penetapan huntara semakin nyata karena fase tanggap darurat ini beririsan dengan periode libur Natal dan Tahun Baru, serta tidak lama lagi memasuki dua bulan menjelang Ramadan. Momentum sosial-keagamaan tersebut menuntut kepastian tempat tinggal yang layak agar para penyintas tidak terus berada dalam ketidakpastian. Negara tidak cukup hanya menyediakan bantuan logistik, tetapi juga harus memastikan ruang hidup sementara yang manusiawi dan bermartabat.

Bagi Sumatera Barat, masa tanggap darurat ini semestinya menjadi ruang evaluasi bersama: apakah respons telah menjangkau semua korban secara adil, apakah koordinasi berjalan efektif, apakah penetapan status diikuti oleh langkah-langkah konkret di lapangan, termasuk soal huntara. Sebab pada akhirnya, makna perpanjangan tanggap darurat tidak diukur dari lamanya waktu status diberlakukan, melainkan dari kejelasan arah kebijakan setelahnya—dan dari seberapa jauh negara benar-benar hadir di tengah warga yang sedang kehilangan nyawa, lingkungan sosial, harta benda dan separuh harapan. Masih tersisa separuhnya lagi. Dan yang separuh lagi berpulang pada – apakah Negara mampu menyalakan kembali harapan yang tersisa. Semoga.

Oleh: Otong Rosadi

Dosen Politik Hukum dan Filsafat Hukum Universitas Ekasakti

Opini

Bagaimana dengan Pemerintah Daerah? Mungkin dalam skala masing-masing…