Bengkulu, hantaran.Co–Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada awal Januari 2026 menjadi tantangan serius bagi aparat penegak hukum (APH) di daerah. Kesiapan sumber daya manusia, sarana pendukung, serta pemahaman regulasi menjadi persoalan utama yang kini mendapat sorotan Komisi III DPR RI.
Untuk memotret persoalan tersebut, Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026 ke Provinsi Bengkulu. Kunjungan ini bertujuan menilai kebutuhan anggaran sekaligus mengevaluasi kinerja penegakan hukum di daerah dalam menghadapi perubahan sistem hukum nasional.
Anggota Komisi III DPR RI Benny Utama menegaskan, kesiapan aparat penegak hukum menghadapi aturan baru menjadi fokus utama dalam pertemuan dengan jajaran Polda Bengkulu, Kejaksaan Tinggi Bengkulu, dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bengkulu di Mapolda Bengkulu, Kamis lalu.
Baca Juga : Keterisian Pesawat Garuda Menurun 24 Persen Imbas Bencana Sumbar
Menurut Legislator Fraksi Partai Golkar tersebut, perubahan regulasi tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menyentuh aspek mendasar dalam proses penegakan hukum. Tanpa persiapan matang, penerapan KUHAP dan KUHP baru dikhawatirkan menimbulkan kebingungan di lapangan.
“KUHAP baru ini akan berlaku pada awal Januari. Tentu butuh persiapan dari aparat penegak hukum kita mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan termasuk BNNP. Itu yang menjadi penekanan kami dalam pertemuan tadi,” ujar Benny dalam pesan tertulis diterima Haluan Senin (15/12/2025).
Ia menjelaskan, salah satu persoalan krusial dalam KUHAP baru adalah penguatan perlindungan hak-hak warga negara, khususnya mereka yang berstatus sebagai tersangka. Perubahan ini menuntut aparat untuk bekerja lebih hati-hati, profesional, dan akuntabel.







