“Istana itu punya banyak pintu. Saya tahu jiwa Presiden, tapi sering kali informasi yang sampai sudah terfilter oleh orang-orang di sekitarnya,” ujarnya, seraya menyinggung tertutupnya ruang komunikasi di sekitar Presiden RI Prabowo Subianto.
Meski demikian, Irman menilai Sumatera Barat tetap harus bersikap arif dan proporsional. Ia mengakui dampak bencana di Sumbar tidak separah Aceh, namun kerugian ekonomi tetap signifikan.
Mengacu pada kajian Celios, kerugian akibat bencana di Sumbar diperkirakan mencapai Rp68,67 triliun, angka yang berpotensi memperparah perlambatan ekonomi daerah.
“Teori mengatakan bencana bisa memicu pertumbuhan ekonomi melalui pemulihan. Tapi kalau ekonomi Sumbar sudah rendah lalu dihantam bencana, tanpa kebersamaan yang kuat, kita justru bisa semakin terpuruk,” katanya.
Irman menekankan pentingnya memanfaatkan momentum ini untuk membangkitkan Sumatra Barat, bukan sekadar meratapi dampak bencana. Ia berharap anggaran pemulihan sekitar Rp13 triliun dapat segera direalisasikan, seiring percepatan penyusunan Detail Engineering Design*(DED) rehabilitasi yang menjadi prasyarat pencairan dana.
“Kuncinya sekarang konsolidasi data kebencanaan. Datanya harus clear supaya dana cepat turun,” ujarnya.
Ia juga menyambut positif keberadaan Sekretaris Utama BNPB yang telah berada di Sumbar selama dua pekan terakhir, serta mengapresiasi pendekatan Kapolda Sumbar yang dinilainya aktif membangun kepercayaan masyarakat melalui berbagai program sosial.
Di akhir pernyataannya, Irman menegaskan bahwa kebangkitan Sumatera Barat pascabencana hanya mungkin terwujud jika kekompakan benar-benar hadir di masa sulit. Ia menilai animo perantau untuk membantu sangat besar, namun kesiapan di daerah masih perlu diperkuat.
“Karena itu, gagasan PWI membentuk tim pemantau sangat penting agar gerak langkah pemulihan lebih teratur dan terukur,” katanya.
Diskusi malam itu, menurut Irman, bukan sekadar forum kritik, melainkan ikhtiar bersama untuk memastikan Sumatra Barat mampu bangkit dengan fondasi yang lebih kuat. Baik secara ekonomi, sosial, dan tata kelola kebencanaan setelah bencana.







