Ia menekankan bahwa setiap elemen memiliki fungsi dan peran yang harus dijalankan sesuai kapasitas masing-masing. Ikhtiar, lanjutnya, harus diwujudkan dalam tindakan konkret, bukan sekadar wacana. Zul juga menyoroti persoalan struktural Sumatera Barat yang telah ada jauh sebelum bencana melanda. Salah satunya adalah kinerja ekonomi daerah yang masih tertinggal dibandingkan provinsi lain di Pulau Sumatera.
“Tanpa bencana pun, pertumbuhan ekonomi Sumbar berada di posisi paling akhir di Sumatra. Ini yang membuat kita resah dan khawatir. Maka hari ini tidak cukup lagi pendekatan parsial. Kita perlu gotong royong dengan semangat kebersamaan,” ujarnya.
Bagi PWI Sumatera Barat, lanjut Zul, berkumpulnya tokoh-tokoh lintas sektor dalam satu forum kebersamaan merupakan sebuah berkah dan modal sosial yang besar. “Bagi kami di PWI, berkumpulnya semua tokoh hari ini adalah berkah,” katanya.
Ia mengakui, tantangan tidak hanya dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat, tetapi juga oleh insan pers. Di tengah derasnya arus informasi dan dominasi media sosial, jurnalisme arus utama dituntut untuk beradaptasi tanpa kehilangan akurasi, etika, dan kedalaman.“Tidak hanya pemerintah, pers juga gagap di tengah era digital dan media sosial,” ungkapnya.
Karena itu, PWI Sumatera Barat berkomitmen mendorong penguatan kapasitas jurnalis, khususnya dalam isu kebencanaan. Menurut Zul, wartawan memiliki peran strategis dalam mengawal proses pemulihan, memastikan akuntabilitas kebijakan, sekaligus menjaga nalar publik.
“Akan ada penguatan jurnalis kebencanaan di Sumatera Barat. Pengetahuan wartawan harus di-upgrade agar mampu mengawal pemulihan bencana,” ucapnya.
Komunitas pers, lanjut Zul, berharap adanya dukungan lintas pihak baik pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya untuk peningkatan kapasitas jurnalis kebencanaan secara berkelanjutan. Wartawan senior ini juga menyinggung sikap Majelis Ulama Aceh yang secara terbuka mendesak penetapan status bencana nasional atas peristiwa yang terjadi di wilayah mereka.
Ia berharap di Sumatra Barat muncul gerakan serupa yang lahir dari kesadaran bersama, bukan dorongan sektoral. “Hari ini Majelis Ulama Aceh sudah bersikap dan mendesak penetapan status bencana nasional. Di Sumbar, kita harapkan ada gerakan bersama. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengakselerasi pemulihan Sumbar pascabencana,” pungkasnya







