Pernyataan Bundo Kanduang tersebut mendapat penegasan kritis dari Rektor Universitas Baiturrahmah, Prof Musliar Kasim, yang menilai bencana Sumatera Barat sebagai buah dari kebijakan tata ruang yang keliru dan dibiarkan berlangsung lama. Ia secara gamblang menyinggung pembangunan perumahan mewah Lumin Park yang berdiri di delta sungai, lokasi yang secara prinsip dasar mitigasi bencana seharusnya steril dari bangunan permanen. “Lumin Park itu dibangun di delta sungai. Pertanyaan saya sederhana, siapa yang memberi izin?” ujar Musliar Kasim tegas.
Menurutnya, kasus tersebut hanya satu contoh dari banyaknya praktik perizinan yang mengabaikan risiko bencana. Ia menilai, persoalan terbesar bukan pada kurangnya regulasi, melainkan lemahnya keberanian untuk menegakkan aturan. “Kalau bangunan di delta sungai bisa lolos izin, berarti ada masalah serius dalam tata kelola perizinan dan pengawasan,” katanya.
Musliar Kasim menegaskan bahwa revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumatra Barat tidak bisa lagi ditunda. Revisi tersebut, kata dia, harus berbasis pada kondisi ekologis terkini, bukan sekadar penyesuaian administratif. “Tata ruang ke depan harus berangkat dari realitas alam yang sudah berubah. Mitigasi bencana harus menjadi fondasi utama, bukan tempelan belakangan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya mengintegrasikan kembali kearifan lokal Minangkabau dengan pendekatan ilmiah modern. Menurutnya, keduanya tidak saling bertentangan, justru saling menguatkan. “Kearifan lokal itu ilmu yang lahir dari pengalaman panjang. Kalau dipertemukan dengan sains, kita punya sistem tata ruang yang jauh lebih bijak,” katanya.
Diskusi tersebut menegaskan satu kesimpulan besar, bencana di Sumatra Barat bukanlah sekadar takdir alam, melainkan konsekuensi dari pilihan-pilihan pembangunan. Ketika adat diabaikan, ilmu dipinggirkan, dan aturan dilanggar, alam akan menagih dengan caranya sendiri. Tanpa keberanian merevisi tata ruang secara menyeluruh, menegakkan perizinan berbasis mitigasi, serta mengembalikan kearifan lokal sebagai kompas pembangunan, Sumatra Barat hanya akan terus berputar dalam lingkaran bencana yang sama dengan korban yang kian besar setiap waktunya.





