Banner
Berita

Otong Rosadi: Bencana Tak Cukup Diberi Nama, Sumbar Butuh Jihad Ekologis dan Badan Pemulihan Khusus

2
×

Otong Rosadi: Bencana Tak Cukup Diberi Nama, Sumbar Butuh Jihad Ekologis dan Badan Pemulihan Khusus

Sebarkan artikel ini
Firdaus

Otong menilai, bencana yang berulang di Sumatra Barat tidak bisa lagi dilihat semata sebagai peristiwa alam. Ada dosa ekologis yang telah lama diabaikan dan kini menagih harga mahal. “Kita harus melakukan jihad ekologis. Tapi jihad itu harus dimulai dengan tobat ekologis. Karena ilegal logging dan ilegal mining sudah terlalu massif,” ujarnya lugas.

Belajar dari pengalaman Aceh pascatsunami, Otong menyinggung keberanian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh–Nias. Menurutnya, BRR adalah solusi ampuh karena bekerja di luar pola birokrasi rutin.

“BRR itu bukan dinas teknis. Ia badan khusus, bekerja cepat, fokus, dan lintas sektor. Itu yang membuat pemulihan Aceh berjalan,” katanya.

Ia kemudian mempertanyakan kesiapan Sumatera Barat untuk mengambil langkah serupa, di tengah keberadaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang fungsinya terbatas pada dukungan dan koordinasi. “Apakah kita sanggup membentuk semacam BRR, padahal kita sudah punya BPBD? Ini harus dijawab dengan jujur,” ujarnya.

Otong menegaskan bahwa badan berbeda dengan dinas. Badan tidak terikat rutinitas teknis dan justru dibentuk untuk menangani situasi luar biasa. “Saya sepakat, apapun namanya. Tapi badan khusus pemulihan itu harus ada,” katanya.

Ia juga menyoroti persoalan kelembagaan BPBD di Sumatra Barat yang dinilainya tidak stabil. Menurutnya, terlalu seringnya pergantian kepala BPBD membuat organisasi tersebut kehilangan memori institusional. “Di Jawa Tengah, Ganjar Pranowo tidak segampang itu mengganti Kepala BPBD. Di kita terlalu sering. Akibatnya, pejabat baru belum paham, sementara daerah kita sangat rawan bencana,” ujarnya.

Otong menekankan pentingnya figur kuat dan berpengalaman dalam urusan kebencanaan. Ia menyebut nama-nama seperti Doni Monardo dan Sutopo Purwo Nugroho sebagai contoh figur yang memiliki kapasitas teknis sekaligus kepemimpinan moral memimpin masa krisis bencana. “Kita butuh orang-orang sekaliber mereka,” katanya.