Padang, hantaran.Co–Dugaan pembalakan liar (illegal logging) di kawasan hutan lindung dan konservasi Suaka Margasatwa (SM) Bukit Barisan kembali menyeruak ke permukaan pascabencana ekologis yang menerjang sejumlah daerah di Sumatera Barat (Sumbar).
Perumus Data dan Resolusi Pulihkan Indonesia (PDRI) Sumatera Barat, sebuah tim yang dibentuk Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar, akhirnya resmi melaporkan indikasi kejahatan kehutanan tersebut kepada Dinas Kehutanan Sumbar, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, serta Ombudsman RI Perwakilan Sumbar.
Laporan ini dilayangkan menyusul bencana banjir bandang (galodo) yang menerjang Kota Padang pada 27 November 2025. Bencana itu menyebabkan kerusakan parah di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Aia Dingin dan DAS Kuranji, dua kawasan yang hulunya berada di jantung hutan lindung dan konservasi.
Baca Juga : Ini Prioritas Utama Rehab-Rekon Bencana Oleh Pemprov Sumbar
Koordinator PDRI Sumbar, Igo Marseleno mengingatkan bahwa banjir bandang tersebut tidak bisa dipandang sebagai bencana alam semata. Menurutnya, galodo adalah “alarm keras” atas rusaknya kawasan hutan di hulu DAS akibat aktivitas pembalakan kayu yang diduga illegal.
“Kayu gelondongan berdiameter besar yang hanyut hingga ke muara pantai bukan kebetulan. Itu indikasi nyata adanya penebangan masif di kawasan hutan. Bencana ini punya jejak kejahatan lingkungan yang jelas,” ujar Igo kepada Haluan, Rabu (17/12/2025).
Hasil pengamatan lapangan dan analisis spasial (GIS) PDRI Sumbar mengungkapkan fakta mencengangkan. Sepanjang periode 2021–2024, Kota Padang kehilangan sekitar 3.400 hektare tutupan hutan, terutama di kawasan hulu sungai. Khusus di DAS Aia Dingin, kehilangan tutupan pohon tercatat mencapai sekitar 780 hektare.






