Banner
Opini

Kesadaran Ekoteologis Cegah Kehancuran Bumi Sebelum Waktunya

0
×

Kesadaran Ekoteologis Cegah Kehancuran Bumi Sebelum Waktunya

Sebarkan artikel ini
Bumi

Menurut Menteri Agama, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar hanya bahasa agama yang bisa memberikan kesadaran mendasar tentang pelestarian lingkungan. Mencintai lingkungan adalah bagian dari ibadah sehingga berpahala, dan sebaliknya merusak lingkungan adalah berdosa. Bagaimana manusia bisa menjadi khalifah Allah di bumi kalau buminya rusak.

Menteri Agama menegaskan komitmen Kementerian Agama untuk menjadikan program ekoteologi sebagai gerakan nasional yang mampu menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya menjaga alam dan lingkungan. Konsep ekoteologi mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan kepedulian untuk menjaga alam dan lingkungan. Kesadaran ekoteologis meletakkan hubungan manusia dengan alam bukan sekadar relasi fungsional atau ekonomis, tetapi relasi etis dan spiritual.

Dalam ajaran Islam yang didasarkan pada prinsip tauhid, manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah Yang Esa, sedangkan menjaga alam atau lingkungan, sebagaimana diutarakan di atas, termasuk bagian dari fungsi ibadah. Manusia sebagai khalifah di bumi tidak seyogianya merusak alam dan mengganggu kepentingan makhluk hidup lainnya. Kaidah ushul fiqih menyatakan, “Dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih,” artinya, menghindari kerusakan didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan.

Sejak 2016 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan pembakaran hutan dan lahan. Dalam fatwanya MUI menegaskan bahwa melakukan pembakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan kerusakan, pencemaran lingkungan, kerugian orang lain, gangguan kesehatan dan dampak buruk lain hukumnya haram.

Dalam konteks pengendalian perubahan iklim global Fatwa MUI Nomor 86 Tahun 2023 menyatakan bahwa segala tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan alam dan berdampak pada krisis iklim hukumnya haram. Deforestasi tidak terkendali dan pembakaran hutan yang merusak ekosistem yang menyebabkan pelepasan besar-besaran rumah kaca, serta mengurangi kemampuan bumi untuk menyerap dan menyimpan karbon hukumnya haram.

Keuntungan ekonomis dan fiskal dari eksploitasi alam tidak sebanding dengan kehilangan jiwa, kerugian harta benda, dan malapetaka kemanusiaan yang menimpa rakyat kecil yang tidak bersalah akibat bencana. Pertumbuhan ekonomi dan investasi dibutuhkan untuk perkembangan masyarakat dan kemajuan negara, namun hal itu tidak boleh mengabaikan kepentingan untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Jika alam dan lingkungan rusak, roda perekonomian pasti terganggu, dan kemiskinan akan bertambah.

Dalam Islam, konsepsi dan implementasi ekoteologi bukan hal baru karena dasar-dasarnya telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Sirah Nabawi menceritakan bahwa Rasulullah menetapkan kawasan konservasi lingkungan Hima An-Naqi di Gunung An-Naqi, di mana masyarakat dilarang melakukan pengrusakan alam, merusak tanaman dan memburu hewan liar dalam radius tertentu. Dalam kawasan konservasi alam tidak dibolehkan kepemilikan individu.