Menurut Rahmat, kebijakan tersebut menunjukkan bahwa negara benar-benar hadir hingga ke level paling mendasar, bahkan dalam situasi darurat. Hal ini, kata dia, mencerminkan nilai tinggi yang diberikan negara terhadap nyawa manusia.
Ia menyadari kondisi fiskal Indonesia memiliki tantangan tersendiri. Namun, Rahmat menilai pemberian uang duka bagi korban bencana masih memungkinkan jika dilihat dari besarnya anggaran nasional yang tersedia saat ini.
Rahmat membandingkan usulan tersebut dengan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mencapai sekitar Rp1 triliun per hari. Menurutnya, jika negara mampu mengalokasikan anggaran sebesar itu, maka santunan bagi korban meninggal akibat bencana tidak akan menjadi beban yang berlebihan. “Kalau tidak bisa Rp1 miliar, setengahnya pun tidak masalah, Rp500 juta per jiwa. Yang penting ada penghormatan dari negara,” ujarnya.
Ia menegaskan, substansi kebijakan ini bukan terletak pada besaran angka, melainkan pesan moral bahwa negara tidak boleh abai terhadap warganya yang menjadi korban bencana. Rahmat berharap Presiden Prabowo Subianto dapat mempertimbangkan usulan tersebut agar penanganan bencana di Indonesia tidak hanya berorientasi pada fisik dan infrastruktur, tetapi juga menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.







