Banner
Sumbar

RTRW Berbasis Risiko Adalah Keharusan

3
×

RTRW Berbasis Risiko Adalah Keharusan

Sebarkan artikel ini
RTRW

Wirahadi mengingatkan bahwa sungai dan hutan berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sehingga tanggung jawab pengelolaannya tidak bisa dilepaskan begitu saja kepada daerah. “Kemampuan sungai mengalirkan air sangat bergantung pada kemampuan hutan menahan dan mengurangi limpasan. Kalau hulunya rusak, hilir pasti menerima dampaknya,” katanya.

Oleh karena itu, pengawasan terhadap izin RTRW yang sudah diterbitkan.menjadi kunci. Ia mendorong evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas di kawasan hulu dan DAS, termasuk pertambangan dan perkebunan.

Menjelang berakhirnya puluhan Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Sumbar pada 2027, ia menilai saat ini adalah momentum strategis untuk melakukan koreksi besar-besaran. “Semua izin yang sudah diberikan harus dievaluasi. Yang melanggar wajib dicabut. Kalau berdampak langsung terhadap kerusakan lingkungan dan bencana, harus dipidanakan,” katanya.

Namun, Wirahadi menegaskan bahwa ia tidak menafikan posisi sawit sebagai komoditas strategis global, bahkan berpotensi besar sebagai bahan bakar masa depan. Persoalannya bukan pada komoditas, melainkan pada cara dan lokasi pemanfaatannya. “Jangan hanya pertimbangan ekonomi. Harus ada keseimbangan ekologi,” katanya.

Ia mengusulkan pendekatan kompensasi ekologis, seperti konsep reboisasi, di mana satu pohon sawit dapat dikompensasi dengan beberapa pohon kayu keras atau tanaman penyangga lingkungan. “Misalnya satu sawit diganti tiga pohon jati. Intinya keseimbangan harus diciptakan,” tuturnya.

Ia juga mengingatkan, tanpa perubahan paradigma RTRW dan penegakan hukum lingkungan, galodo hanya akan menjadi peristiwa yang berulang. “Bencana ini seharusnya menjadi cermin. Kalau kita tetap mengelola ruang dengan logika lama, maka yang kita wariskan bukan pembangunan, tapi risiko,” katanya.

Pendapat serupa juga disampaikan Pakar Geologi, Badrul Mustafa Kemal. Ia memandang sudah saatnya pemerintah mengikuti RTRW provinsi, kota, dan kabupaten, kemudian meninjau kembali izin pertambangan atau proyek lainnya yang berpotensi menimbulkan longsor.