Sapporo, hantaran.Co–Sapporo menyambut jurnalis muda Indonesia dengan salju, kebaikan, keindahan dan rasa kekeluargaan yang hangat.
Wartawan Haluan, Yesi Deswita mengikuti Program Jenesys 2025 di Jepang selama delapan hari sejak 2 Desember lalu. Tiga hari diantaranya (5-7 Desember), Yesi merasakan kesempatan tinggal di rumah penduduk Asli di Sapporo Hokkaido.
Sapporo merupakan ibu kota Prefektur Hokkaido, pulau paling utara di Jepang. Sapporo menjadi pusat politik, ekonomi, dan budaya utama di Hokkaido. Kota ini terkenal dengan Festival Salju Sapporo, ramen miso-nya, bir Sapporo dan tempat ski terbaik nya.
Baca Juga : Bencana Banjir dan Longsor Berdampak ke Pariwisata Padang Pariaman
Bertolak dari Tokyo ke Hokkaido
Setelah menempuh waktu 1 jam melalui penerbangan domestik dari Tokyo, 16 jurnalis muda dari Indonesia, Malaysia dan Thailand mendarat di Hokkaido.
Begitu sampai di Bandara New Chitose Hokkaido, Rabu (3/12/2025) hujan salju langsung menyambut para jurnalis muda yang mayoritas baru pertama kali menapakkan kaki di Negeri Sakura itu.
Di Sapporo, ada host family (keluarga angkat) yang akan menyambut masing-masing jurnalis.
Yesi dan wartawan Metro TV, Naziah mendapat kesempatan tinggal bersama keluarga Ogawa.
Ogawa merupakan jurnalis foto dan editor dari Hokkaido Shimbun (Koran Hokkaido) yang sudah terbit sejak tahun 1942. Kesempatan emas yang bisa dirasakan Yesi untuk berbagi cerita dan bertukar informasi dengan perkembangan Koran Haluan yang juga terbit 6 tahun setelahnya pada 1948.
Sore di tanggal 5 Desember, pertama kali Yesi dan Naziah dijemput oleh istri Ogawa, Mizuki dan anak perempuan semata wayangnya, Ai.
Sesampainya di rumah Ogawa, dua kucing peliharaan keluarga, Mike dan Tama juga langsung membangun kelekatan, seakan menyambut hangat Yesi dan Naziah.
“Kami sangat bersyukur dan terhormat mendapat kesempatan untuk tinggal bersama keluarga Ogawa,” ucap Naziah.
Hal itu juga dirasakan oleh Yesi sebab keluarga ini memperlakukan keduanya dengan sangat baik seperti anak sendiri.
Pengalaman tinggal di rumah Keluarga Ogawa, mengubah cara pandang mereka tentang kehidupan dan keluarga.
Meskipun berbeda keyakinan, Ogawa selalu mengingatkan Yesi untuk beribadah sebagai muslim. Mengingatkan salat, memilih makanan yang halal dan membantu dalam berbelanja.
Pada malam hari, Yesi juga menyempatkan berdiskusi tentang perkembangan koran Hokkaido dan menyibak koran Haluan di tengah-tengah ruang keluarga.
“Koran Haluan adalah koran perjuangan dari tanah Sumatra,” jelas Yesi menujukkan halaman demi halaman koran Haluan.
Pada tanggal 6 Desember, Mizuki juga mempersiapkan kue ulang tahun untuk Yesi yang hari itu genap berusia 30 tahun. Momen yang tidak terlupakan tentunya.
Yesi dan Naziah juga diajak menikmati ski di Teine Yama, bermain lempar salju, membuat bebek dan bola salju. Mereka juga diajak menikmati kue tradisional jepang yang lezat dan menggugah selera taiyaki.
Dari interaksi selama 3 hari itu, Yesi melihat langsung bagaimana kehidupan masyarakat Jepang dari bangun tidur hingga tidur kembali.
Meskipun agama islam disini minoritas, namun nilai-nilai ajaran islam malahan sudah diterapkan dengan sangat baik.
Warga jepang yang dielu-elukan sangat mencintai kebersihan, ternyata benar adanya.
Sederhananya, setelah kegiatan mereka tidak akan pernah membiarkan kursi berantakan dan akan mengembalikan posisi pada tempatnya. Toilet bernyanyi yang bersih dapat ditemui di tempat manapun yang dikunjungi.
Kebiasaan lainnya adalah penduduk yang terbiasa menyikat gigi setelah makan, bahkan di perkantoran sekalipun.
Selain itu, sekilas mereka terlihat serius padahal aslinya juga suka jokes-jokes ringan yang mengocok perut.
Mereka berjalan sangat cepat karena menghargai setiap detik.
Pernah juga, Awak Haluan beserta seluruh rombongan Jenesys 2025 mendapatkan kompensasi JPY1.000 (Rp110 ribu) dari Maskapai Air Do partner group ANA All Nippon Airways saat pesawat domestik ke Hokkaido sempat delay satu jam. Kompensasi diberikan secara cash di bandara ke setiap penumpang dan berlaku kelipatan maksimal JPY6.000.
Jepang juga dikenal tenang dan damai lantaran penduduk Jepang berbicara dengan tutur kata lembut atau istilah saat ini soft spoken. Mereka juga fokus dan terlihat serius pada urusan sendiri, tidak sibuk mengurus orang lain.
Fakta menarik lainya, Jepang ternyata hanya menghasilkan 38 persen bahan pangan sedangkan 62 persen nya impor. Hal itu membuat mereka sangat menghargai setiap butir makanan.
Wajar jika mereka yang sudah pernah ke Jepang akan rindu untuk kembali lagi







