Padang, hantaran.Co–Seiring dengan surutnya gelombang banjir yang melanda sejumlah daerah di Sumatera Barat (Sumbar) sejak akhir November lalu, masalah baru sudah mulai tampak membayangi. Penyintas bencana kini berada dalam ancaman nyata jatuh ke dalam jurang kemiskinan.
Rumah bisa dibangun kembali, namun kehilangan lahan, pekerjaan, dan akses ekonomi dapat menyeret ribuan kepala keluarga (KK) ke jurang kemiskinan struktural jika negara terlambat bertindak.
Berangkat dari hal ini, Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) menjadikan Sumbar sebagai wilayah prioritas pendampingan pascabencana. Dari 19 kabupaten/kota di Sumbar, 16 daerah tercatat terdampak banjir, menjadikan skala persoalan ini jauh melampaui urusan tanggap darurat.
Baca Juga : Strategi Menghadapi Ancaman Multi-Bencana
Pada 19 Desember lalu, BP Taskin telah memulai agenda kerjanya dengan bertemu Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Sumbar. Pertemuan ini bukan sekadar seremonial, melainkan upaya menyelaraskan data kerusakan dan dampak sosial-ekonomi sebagian fondasi penting agar kebijakan tidak salah sasaran.
Tim BP Taskin yang terdiri dari Samson, Wempi Oscar, Real Rahadinal, dan Fachria diterima Sekretaris BPBD Sumbar, Ilhamsyah. Diskusi menyoroti perlunya pemutakhiran data yang tidak hanya menghitung rumah rusak, tetapi juga aset produktif masyarakat yang hilang, seperti lahan pertanian, peralatan kerja, dan usaha mikro.
Agenda berlanjut ke pertemuan dengan Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, yang dihadiri Deputi BP Taskin, Novrizal Tahar. Dalam pertemuan itu, satu pesan mengemuka. Pemulihan pascabencana harus berorientasi pada pencegahan kemiskinan. “Bencana bisa menciptakan kantong-kantong kemiskinan baru jika penanganannya parsial. Karena itu, kolaborasi lintas kementerian dan daerah menjadi kunci,” ujar Novrizal.







