Menyongsong pergantian tahun dari 2025 memasuki tahun 2026, semua elemen masyarakat Indonesia masih berselimutkan duka cita teramat mendalam mengenang mereka yang berpulang dalam bencana Sumatera. Semua komunitas juga sangat prihatin dengan dinamika kehidupan jutaan warga setempat yang terdampak bencana ekologis itu. Duka cita dan keprihatinan bersama itu menjadi pengingat bahwa sekarang dan di hari-hari mendatang, banyak pekerjaan yang harus segera dituntaskan untuk memulihkan kehidupan warga terdampak.
Saat memasuki tahun 2026, menjadi keniscayaan untuk bertanya tentang apa yang selayaknya dilakukan di sepanjang tahun berjalan nanti. Utamanya, tentu saja, tentang apa yang sepatutnya dijadikan prioritas. Pertanyaan itu akan terjawab ketika membuka dan menyimak kembali catatan peristiwa atau realisasi program pembangunan di sepanjang tahun 2025 yang akan berakhir dalam beberapa hari mendatang. Patut untuk diakui bahwa gambaran tentang kerusakan akibat bencana di Sumatera Utara, Sumatera Barat, serta Aceh otomatis menambah daftar masalah yang patut mendapat perhatian ekstra, atau bahkan masuk skala prioritas.
Sebab, sebagaimana sudah menjadi catatan bersama, sepanjang tahun 2025 ini masih tercatat sejumlah persoalan yang belum diselesaikan sebagaimana mestinya. Suka tidak suka, harus dikatakan bahwa sepanjang tahun 2025 ini sudah terbentang persoalan multidimensional yang tidak bisa dan tidak boleh disederhanakan karena sangat kompleks. Demonstrasi skala besar dan aksi anarkis di berbagai kota pada Agustus 2025 sudah cukup jelas memberi gambaran tentang persoalan multidimensional dimaksud.
Baca Juga : Data Lamban Ancam Masa Depan Korban Banjir di Sumbar
Ada masalah yang lahir dan berkait dengan aspek moral serta etika berpolitik. Kecewa dan marah terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang marak memunculkan agenda tuntutan publik tentang perampasan aset koruptor. Belum lagi pada aspek ekonomi yang ditandai dengan melemahnya konsumsi rumah tangga dan gelembung jumlah pengangguran. Masalah pada aspek hukum pun terkesan sangat menonjol karena sudah sampai pada tahap menodai rasa keadilan.
Selain itu, fakta tentang pengingkaran sejumlah institusi negara pada tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) pun tak luput dari perhatian dan kecaman masyarakat. Salah satu akibat dari pengingkaran tupoksi itu adalah penegakan hukum yang tidak berkeadilan. Ekses lain dari pengingkaran itu adalah memburuknya kualitas layanan publik dari beberapa institusi negara. Salah satu langkah Presiden Prabowo Subianto melakukan perbaikan adalah dengan membentuk Komite Percepatan Reformasi Polri.
Tantangan Memasuki Tahun 2026
Saat memasuki tahun 2026 nanti, ragam masalah yang sedang dan akan dihadapi pemerintah bersama semua elemen masyarakat sebenarnya sudah cukup jelas. Selain panggilan dan kewajiban merehabilitasi dan merekonstruksi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh, aspek lain yang juga sangat penting untuk dicermati adalah fakta bahwa kinerja perekonomian nasional sedang tidak baik-baik saja. Dampaknya nyata dan dirasakan langsung oleh semua komunitas. Daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga melemah. Banyak pabrik berhenti berproduksi. Akibatnya, banyak komunitas pekerja harus menerima keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK).






