Tulisan ini hendak menyigi dua hal penting. Pertama, untuk apa jabatan diadakan dalam Konstitusi? Kedua, apa yang dihindari dari jabatan itu?
Jabatan sebagai Penolong
Jabatan-jabatan yang disebutkan dalam UUD NRI 1945 adalah jabatan-jabatan utama ketatanegaraan Indonesia. Jabatan-jabatan itu direbut dalam kontestasi pemilu seperti jabatan Presiden/Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD. Tak sembarang orang mendudukinya. Butuh usaha dan modal yang luar biasa. Kalau anda tidak punya uang. Jangan coba-coba, biaya yang harus dikeluarkan cukup mahal.
Tak sedikit dana negara digelontorkan untuk mendapatkan jabatan tersebut. Bahkan mencapai triliunan rupiah. Tak sedikit pula nyawa melayang akibat mempersiapkan ruang untuk kontestasi jabatan-jabatan tersebut. Tak pelak, orang yang diperintah (baca: rakyat) sibuk datang ke bilik suara dalam pemilu untuk memenuhi ambisi orang yang memerintah. Saking pentingnya, jabatan tersebut, ada pemilu ulang hanya untuk memilih satu organisasi jabatan saja. Namun, kerap terjadi bila jabatan sudah di tangan, lupa sama orang yang memberi jabatan tersebut. Ia akan diingat kembali, bila kontestasi jabatan sudah tiba.
Lalu, apa esensinya jabatan-jabatan tersebut disediakan konstitusi? Jabatan-jabatan tersebut haruslah digunakan sebagai penolong. Atau jabatan yang menolong. Menolong siapa? Tentu saja, menolong orang yang diperintah yang jumlahnya banyak tadi. Bukan sebagai penggolong (orang yang diperintah).
Jabatan (kekuasaan) bisa digunakan untuk menggerakkan struktur-struktur negara mulai dari yang paling atas sampai paling bawah sehingga daya tolong yang dihasilkannya bisa menyeluruh (inklusif). Dengan uang kita bisa menolong banyak orang, dengan kekuasaan (jabatan) kita bisa menolong semua orang (Zulkifli Hasan, ”Kekuasaan yang Menolong” dalam Totok Daryanto, 2019).
Jabatan-jabatan yang tercantum jelas dalam konstitusi harus digunakan sebagai penolong. Cukup banyak manusia yang miskin di negara ini, orang yang belum mendapat pekerjaan, orang yang secara fisik tidak beruntung dan orang yang papa secara tiba-tiba karena dilanda bencana banjir bandang dan tanah longsor seperti yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.






