Opini

Penguatan Ekoteologi di Pesantren Ramah Lingkungan

0
×

Penguatan Ekoteologi di Pesantren Ramah Lingkungan

Sebarkan artikel ini
Ekoteologi

Banjir bandang, longsor, kekeringan, serta menurunnya kualitas lingkungan di berbagai wilayah menjadi pengingat bahwa relasi manusia dengan alam memerlukan perhatian serius. Perubahan iklim yang ditandai oleh cuaca ekstrem dan ketidakpastian musim tanam semakin memperlihatkan bahwa kerusakan ekologis berdampak langsung pada kehidupan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat.

Kerusakan hutan, pencemaran sungai, dan alih fungsi lahan yang tidak terkendali mempercepat terjadinya bencana ekologis. Situasi ini mengajak kita melihat persoalan lingkungan bukan semata persoalan teknis pembangunan, tetapi juga persoalan etika dan spiritual. Agama memiliki peran penting dalam menuntun umat untuk memaknai alam sebagai amanah Tuhan yang harus dijaga dan dilestarikan bersama.

Di sinilah ekoteologi menjadi relevan sebagai perspektif keagamaan yang menegaskan relasi harmonis antara Tuhan, manusia, dan alam. Seyyed Hossein Nasr dalam Islam dan Nestapa Manusia Modern (1994) menjelaskan bahwa krisis ekologis merupakan manifestasi krisis spiritual manusia modern yang kehilangan kesadaran sakral terhadap alam.

BACA JUGA  Bencana Sumatra, Pandangan Ekoteologis dan Krisis Kebijakan Lingkungan Indonesia

Baca Juga : OJK Cabut Izin 7 BPR karena Permasalahan Modal

Dalam konteks Indonesia, pesantren memiliki posisi strategis dalam penguatan ekoteologi secara praksis. Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan keagamaan, tetapi juga sebagai ruang pembentukan karakter melalui kehidupan kolektif yang disiplin, sederhana, dan penuh kebersamaan.

Zamakhsyari Dhofier dalam Tradisi Pesantren (1982) menjelaskan bahwa etika santri mencakup kedisiplinan, kesederhanaan hidup, kepatuhan terhadap aturan, serta tanggung jawab kolektif. Etika tersebut mengajarkan bahwa kehidupan harus dijalani dalam keteraturan, keseimbangan, dan rasa tanggung jawab terhadap sesama serta lingkungan sekitar.

BACA JUGA  Ikhlas Bekerja, Epyardi jadi Bupati Solok Bukan Cari Materi

Penguatan nilai ini menemukan wujud konkretnya melalui pengembangan pesantren ramah lingkungan atau ekopesantren. Fachruddin Majeri Mangunjaya dalam Konservasi Alam dalam Islam (2005) menegaskan bahwa menjaga keseimbangan alam merupakan bagian dari amanah kekhalifahan manusia di bumi yang harus dijalankan secara bertanggung jawab.

Pandangan ini dipertegas oleh KH. Ali Yafie dalam Merintis Fiqih Lingkungan Hidup (2006), yang menempatkan pelestarian lingkungan dalam kerangka maqāṣid al-syarī‘ah, karena berkaitan langsung dengan penjagaan kehidupan dan keberlanjutan generasi mendatang.

Berita

HANTARAN.CO – Menjelang akhir tahun 2025 ini, kita…