Bawaslu Usut Sejumlah Dugaan Pelanggaran

Bawaslu. IST

PADANG, hantaran.co—Sejak masa kampanye Pilkada serentak 2020 dimulai 26 September lalu, Bawaslu Sumbartelah menemukan dan menerima laporan beberapa dugaan pelanggaran aturan kampanye oleh pasangan calon (paslon). Untuk pelanggaran protokol kesehatan terkait Covid-19, sanksi yang berlaku mengikut pada Perda Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).

Ketua Bawaslu Sumbar, Surya Efitrimen, mengatakan, secara umum terdapat dua jenis pelanggaran yang dilakukan paslon. Pertama, pelanggaran atas aturan kampanye sesuai ketentun dalam Undang-Undang Pilkada. Kedua, pelanggaran protokol kesehatan terkait Covid-19 karena kampanye berlangsung di masa pandemi.

“Kami telah melakukan kajian terhadap beberapa laporan tentang dugaan pembagian sembako bagi masyarakat dengan stiker salah satu peserta Pilgub Sumbar di Kota Padang dan Kabupaten Pasaman. Setelah laporan dikaji, kami gelar rapat pleno, dan hasilnya laporan itu kami kembalikan ke pelapor agar dipenuhi dulu syarat formil dan materilnya,” kata Surya kepada Haluan, Senin (5/10/2020).

Beberapa hal yang perlu dilengkapi, sambungnya, berupa bukti pendukung seperti, tempat kejadian dan identitas terlapor yang diduga melanggar aturan kampanye. Selain itu, Bawaslu juga menemukan dan menerima laporan dugaan wali nagari yang berpihak atau mendukung salah seorang paslon di Pesisir Selatan dan Sijunjung. Serta, pelanggaran kampanye yang berlangsung tanpa Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP).

“Kami juga temukan dugaan pelanggaran netralitas ASN dan dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 dalam kegiatan yang dihadiri paslon. Selain itu, juga ditemukan beberapa paslon menghadiri kegiatan budaya yang dihadiri banyak orang, di mana salah seorang paslon memberikan uang pada panitia penyelenggara seusai acara,” katanya lagi.

Atas semua pelanggaran itu, Surya menyebutkan saat ini Bawaslu tengah melakukan proses penanganan dan kajian, yang dimotori oleh jajaran pengawas pemilihan sesuai tempat kejadian dan temuan dugaan pelanggaran. Setiap dugaan pelanggaran sendiri, akan ditelusuri sepanjang syarat formil dan materil terpenuhi.

“Jika laporan lengkap, maka akan jadi temuan dan jadi dasar bagi Bawaslu untuk memproses. Kami imbau, jika masyarakat menemukan dugaan pelanggaran, segera lapor ke Panwascam atau Bawaslu kabupaten/kota. Atau juga bisa via SMS, email, atau surat yang dilengkapi identitas pelapor, dugaan terlapor, dan bukti-bukti pelanggaran,” kata Surya menutup.

Sementara itu, Ketua Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Sumbar, Samaratul Fuad, mengatakan, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pada Pasal 71 disebutkan bahwa saat berkampanye ASN, TNI, Polri, dan perangkat desa tidak dibolehkan terlibat langsung dan menyatakan dukungan.

“Jika terbukti memberikan dukungan dan terlibat dalam kampanye, yang bersangkutan bisa dikenai sanksi pidana. Apalagi jika ada paslon yang diduga membagikan sesuatu pada warga yang bertujuan untuk mempengaruhi pilihan, maka pada pasal 73 disebutkan bahwa paslon yang memberikan itu bisa dikenai sanksi pidana minimal kurungan 36 bulan dan maksimal 72 bulan, serta denda minimal Rp36 juta dan maksimal Rp72 juta,” kata Fuad.

Jika ditemukan praktik pelanggaran seperti itu, sambung Fuad, maka Sentra Gakkumdu akan berperan memeriksa pelapor, pasangan calon, dan penyalur pemberian. Terlebih, jika yang menerima pemberian adalah pemilih, maka sanksi pidana akan mudah dijatuhkan pada pasangan calon.

“Namun itu semua baru bisa terlaksana dengan catatan, Gakkumdu-nya bekerja profesional. Bahkan, ancaman terberat bagi paslon yang terbukti memberikan sesuatu pada calon pemilih, itu bisa dicoret dari daftar calon. Sementara itu bagi perangkat nagari yang terbukti mendukung paslon, itu bisa diberhentikan,” kata Fuad lagi.

Sementara itu terkait maraknya pelanggaran protokol Covid-19 yang dilakukan paslon di saat kampanye, Fuad menilai memang aturan penerapan sanksinya tidak diatur dalam PKPU. Sebab, PKPU yang merupakan turunan dari UU Pilkada, tidak mengatur terkait kenormalan baru di tengah pandemi.

“Memang sudah ada gagasan dari Komisi II DPR RI saat menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Mendagri, untuk mempidanakan paslon yang melanggar protokol Covid-19. Untuk saat ini, dikembalikan lagi pada pemerintah, apakah akan mengeluarkan Perppu untuk menindak pelanggar protokol kesehatan itu atau tidak,” ujarnya.

Sedangkan untuk di Sumbar, sebut Fuad, pengesahan Perda Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) semestinya jadi “senjata ampuh” untuk menjerat para calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan saat kampanye. Namun, sanksi yang diberikan tentu menyesuaikan dengan sanksi dalam Perda tersebut, yang relatif ringan.

“Bawaslu dan Gakkumdu bisa bekerja dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku di wilayah tertentu, agar paslon yang melanggar protokol kesehatan dapat dipidanakan,” katanya lagi.

Fuad menilai, hingga saat ini memang belum ada sanksi mengatur gugurnya pasangan calon jika melakukan pelanggar protokol kesehatan terkait Covid-19. “Sementara ini untuk di Sumbar ada Perda AKB. Karena ini Perda, maka butuh ketegasan dari gubernur dan Satpol-PP dalam menjalankannya,” katanya menutup. (*)

Riga/hantaran.co

Exit mobile version