Guspardi Gaus Minta Pemerintah Tidak Menaikan Ongkos Haji Melampaui Kewajaran

Guspardi

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus. IST

JAKARTA, hantaran.co — Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus meminta Kementrian Agama RI melakukan evaluasi ulang dan mempertimbangkan kembali usulan  kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji  (Bipih) yang harus ditanggung jemaah haji Indonesia tahun 2023.

Menurut keterangan dari Kemenag, Biaya Penyelenggaraan Haji Indonesia (BPIH) yang diusulkan Kemenag sebesar Rp 98.893.909 atau naik Rp 514.888,02. Sementara itu, Bipih yang dibebankan kepada jemaah untuk tahun ini mencapai Rp 69.193.733 atau naik Rp 30 juta dibanding biaya yang ditanggung jamaah  di tahun 2022,” ujar Politisi PAN itu Selasa (24/1).

Kenaikan biaya haji yang sangat mencolok dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp.39,8 juta, telah menimbulkan berbagai pertanyaan. Kenapa biayanya naik begitu drastis. “Hendaknya Kemenag bisa mengkalkulasi ulang dengan teliti dan cermat. Bisa dilakukan  penyisiran komponen biaya yang bisa dipangkas tanpa mengurangi kualitas pelayanan penyelenggaraan haji bagi jamaah. “Masyarakat tentu berharap kenaikan biaya haji bisa ditekan, agar lebih terjangkau,” ungkap anggota komisi II DPR RI itu.

Legislator dapil Sumatera Barat ini pun menilai kenaikan ongkos naik haji yang begitu besar dirasa kurang adil. Karena jamaah haji sudah menyetorkan uangnya diawal sebesar Rp.25 juta. Jika dana setoran jamaah itu sudah mengendap 20 tahun atau 30 tahun. Bayangkan berapa nilai manfaat yang seharusnya diterima oleh jamaah. Sehingga jamaah haji tidak perlu menambah uang Rp.44 juta diluar setoran awal Rp.25 juta.Pertanyaannya apakah dana haji sudah dikelola dengan baik dan benar. Apalagi lagi dana haji sebanyak 70 % digunakan Kemenkeu untuk membantu APBN dalam bentuk Surat Utang Negara yang keuntungannya hanya 5%. Sementara tingkat inflasi 5,4%. Wajarkah kesalahan pengelolaan dana haji di bebankan lagi kepada jamaah??.

KPK juga pernah mengingatkan, jika Kemenag tidak mengubah sistem manajemen haji, modal awal (setoran awal) jamaah bahkan akan tergerus. Artinya akan terjadi gali lobang tutup lobang.  Tentu kita tidak ingin nilai pokok keuangan dan nilai manfaat jemaah haji akan menjadi persoaalan,  juga menjadi pelik dan rumit untuk di carikan solusinya, ujar Pak Gaus ini.

Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan kajian menyeluruh tentang manajemen pengelolaan haji yang selama ini dijalankan. Dan diharapkan  sebelum memutuskan besaran dana haji tahun 2023 ini, Kemenag dan kawan-kawan di komisi VIII  yang membidangi mengenai Haji ini, seharusnya juga mempertimbangkan jamaah yang sudah menunggu dalam daftar antrian harus membayar hampir dua kali lipat.

Sementara waktu untuk melunasi kekurangan biaya  yang dibebankan kepada setiap jamaah hanya tiga bulan menjelang keberangkatan ke tanah suci, tentu terasa berat. Apalagi jamaah haji Indonesia adalah jamaah  terbesar di dunia dan didominasi oleh para petani, nelayan dan  pedagang, dimana orang-orangnya pun kebanyakan   sudah lanjut usia. “Intinya jangan sampai kenaikan ongkos naik haji melampaui batas kewajaran, karena hal itu tidak adil untuk jamaah haji kita” pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.

Sebelumnya, saat rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Kamis (19/1), Kemenag mengusulkan kenaikan biaya haji 2023 naik menjadi Rp 69 juta.

“Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp 98.893.909. Naik sekitar Rp 514 ribu dengan komposisi Bipih Rp 69.193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp 29.700.175 atau 30 persen,” jelas Menteri Agama, Yaqut. (*)

LENI/hantaran.co

Exit mobile version