Irma Syafitri, MC Kondang Institut Pertanian Bogor

MC

Irma Syafitri. IST

Oleh: Dhienda Althoof Zano

Irma Syafitri atau yang akrab dipanggil Irma, merupakan gadis kelahiran 17 Maret 2000 di Pekanbaru. Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Anak sulung dari pasangan Joni Feri (alm) dan Irdawati, kini tengah menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) Jurusan Manajemen.

Dari SD hingga SMA, Irma sudah memperlihatkan kepandaiannya dalam mengolah suara, seperti mengaji, menyanyi dan menjadi pembawa acara. Sekolah dasar, ia lalui di dua tempat, yaitu SDN 004 Bukit Agung, Pelalawan, Riau (2006-2009) dan SDN 05 Koto Tangah Saruaso (2009-2012). Pada tahun 2012-2015, ia menempuh pendidikan di MTsN Batusangkar dan tahun 2015-2018 di SMAN 3 Batusangkar. Tahun 2018, ia lulus di IPB melalui jalur SNMPTN dan mendapatkan beasiswa bidikmisi yang pada saat itu ibunya masih berstatus single parent. Tahun 2021, ia berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir.

Ayahnya meninggal dunia saat Irma berumur 13 tahun. Sejak ia kecil, ayah sudah sering merantau dan waktu yang ia habiskan bersama dalam 13 tahun itu tidaklah banyak. Dari kecil, Irma sering hidup berpindah-pindah, mulai dari Pekanbaru, Bandung, Sukabumi, Bogor, Bandung, dan akhirnya kembali ke kampung halaman. Saat ini ibunya sudah menikah dengan salah satu kerabat atau yang dikenal dengan istilah ganti lapiak, dan saat ini Irma memiliki tiga saudara tiri, dan satu adik perempuan kandung.

Irma memiliki banyak ketertarikan terhadap segala hal yang berhubungan dengan suara, seperti bernyanyi, berpidato, MC dan puisi. Semua kemampuan itu bukan bakat yang diturunkan dari orang tuanya, Irma mengaku bahwa ibunya tergolong orang yang pemalu. Sedangkan minat yang ia miliki selalu berhubungan dengan orang banyak. Irma merasa, mental itu didapatkan dari didikan ibunya waktu kecil. Dulu ibunya selalu berpesan, agar tidak malu dan takut untuk menunjukkan kemampuan di depan banyak orang dan mencoba sesuatu yang baru.

Hal itupun ia biasakan hingga sekarang. Karena didikan itulah, akhirnya Irma bisa mengembangkan minatnya diberbagai bidang, sehingga teman-teman menjulukinya Irma sang multitalent. “Padahal saya merasa tidak sehebat yang mereka pikirkan. Saya tidak ahli di seluruh bidang yang digeluti saat ini, hanya sekedar bisa dan mampu untuk berperan di bidang itu,” ucap Irma, Selasa (17/8).

Untuk kemampuan menjadi seorang MC (master of ceremony), awal mula ia mendapatkan dasar teknik vokal tersebut dari lomba dan latihan pidato secara otodidak ketika SD. Kemudian ia diperkenalkan dengan seorang guru yang mahir di bidang pidato. Ia dilatih bagaimana berpidato yang menarik dengan mengandalkan vokal dan mimik. Dari sana Irma sudah bisa menjuarai lomba pidato tingkat SD. Karena kelebihan dari segi vokal ini jarang dimiliki anak seumurannya. Irma pun diberi kesempatan untuk menjadi MC di acara perpisahan sekolah. Inilah benih karirnya menjadi seorang MC seperti saat ini.

Masuk ke jenjang MTsN, ia juga sering mengikuti lomba pidato, MTQ dan nyanyi. Pada dasarnya ia bermula dari MTQ, dimana ia mulai belajar tilawah saat umur 9 tahun. Kemudian berkembang ke pidato dan sering diikutsertakan oleh guru MTsN di bidang vokal grup dan solo vokal. Melihat potensi di bidang public speaking, gurunya memberikan amanah untuk menjadi MC di acara perpisahan MTsN. Masuk ke jenjang SMA, ia beberapa kali mengikuti lomba pidato atau orasi hingga tingkat provinsi. Irma juga belajar baca puisi secara otodidak, karena memiliki potensi di bagian vokal yang terlatih karena orasi.

Penampilan perdana puisi di SMA saat itu ketika ia kelas 1 dan menampilkan puisi kemerdekaan di hadapan Bupati Tanah Datar bersama dengan kakak seniornya. Namun sayangnya, kemampuannya kurang diperhatikan oleh guru di SMA, jadi ia jarang diikutsertakan mengikuti lomba puisi, ataupun menjadi MC di beberapa acara besar sekolah. Saat itu, ia pernah mendapatkan 1 kali kesempatan untuk menjadi MC acara penting sekolah. Sejak saat itu, kemampuan MC-nya jadi kurang terlatih karena kurang jam terbang ketika di SMA.

Ketika berkuliah di Bogor, Irma menemukan begitu banyak bakat-bakat public speaking dan MC di sekitarnya. Banyak orang yang sudah memiliki banyak jam terbang dibandingkan dirinya. Masa-masa tingkat 1 kemampuannya masih belum dikenal banyak orang. Sampai suatu saat, ada seorang kakak tingkat yang menjadi pembicara untuk acara kecil yang khusus diadakan untuk klub asrama yang ia ikuti. Irma ditugaskan menjadi MC acara sederhana itu. Itulah titik awal perjalanan karirnya sebagai seorang MC. Selepas acara, kakak tingkat tersebut mendatangi Irma dan berbicara di hadapan teman-temannya.

“Kamu nge-MC bagus yaa, bisa menghidupkan suasana. Apalagi suaranya dah cocok banget buat jadi MC, kamu emang biasa nge MC ya?,” jelas Irma. Semenjak itulah, kakak tingkatnya itu menyemangati dan meyakinkan Irma bahwa banyak kesempatan untuk bisa menjadi MC kondang IPB.

Irma pernah punya impian, ketika mengikuti ospek kampus IPB yaitu MPKMB IPB 55. Ia melihat betapa mengagumkannya para MC yang berdiri dan membawakan acara di panggung gedung Graha Widya Wisuda di hadapan 3.000 lebih mahasiswa baru. Dari situlah, ia bermimpi bisa berdiri di panggung itu sebagai MC, disaksikan ribuan mahasiswa dihadiri Rektor IPB dan petinggi lainnya. Semenjak kakak tingkatnya memberitahu ada kesempatan untuk menjadi MC pada acara tersebut, Irma pun mempersiapkan diri. Akhirnya Irma berhasil terpilih di antara pesaing-pesaing yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Sejak saat itulah, ia mulai diundang menjadi MC untuk berbagai acara di IPB. Mulai dari yang tanpa honor lalu menjadi MC yang berhonor.

“Saya memanfaatkan anugerah yang diberikan Tuhan. Saya kembangkan ke bidang yang lebih luas lagi hingga saya mencapai limit. Sampai saat ini, saya merasa belum menyentuh limit,” ucap Irma dengan semangat. (*)

Exit mobile version