PADANG, Hantaran.co— Indonesia Water Institute (IWI) meluncurkan hasil penelitian tentang pola penggunaan air bersih oleh masyarakat selama masa pandemi Covid-19 melalui kegiatan semi-webinar yang dilakukan secara luring dan daring (online) melalui platform zoom meeting, Kamis (11/2).
Penelitian, yang dilakukan pertama kali di Indonesia (mungkin di dunia), ini dilakukan IWI sejak 15 Oktober hingga 12 November 2020, melibatkan 1.296 responden di seluruh Indonesia.
Dari hasil penelitian itu, Chairman dan Founder IWI, Ir. Firdaus Ali, MSc, PhD, memaparkan Terdapat peningkatan kebutuhan air bersih sebanyak 2 hingga 3 kali keadaan normal (sebelum Pandemi Covid-19).
“Pertama, ditemukan adanya perubahan pola penggunaan air bersih selama masa pandemi, yang meningkat 2 hingga 3 jali keadaan normal,” kata Firdaus.
Peningkatan kebutuhan ini, dikatakannya berhubungan dengan penerapan protokol kesehatan selama masa pandemi.
Pandemi Covid-19 menghasilkan perilaku baru masyarakat, terutama yang berkaitan dengan protokol kesehatan yakni, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Berdasarkan hasil penelitian juga disimpulkan, air bersih tidak hanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, tapi juga untuk air minum di beberapa daerah yang tidak terjangkau oleh air minum dalam kemasan (AMDK).
Di daerah yang terjangkau oleh air minum dalam kemasan, masyarakat cenderung memilih air minum dalam kemasan sebagai alternatif sumber air minum.
“Secara alamiah AMDK merupakan gaya hidup, namun dalam masa pandemi ini masyarakat terpaksa menggunakannya sebagai sumber air bersih/minum,” ujarnya.
Bagi Pemerintah, Firdaus menyebut ini adalah tantangan nyata yang sangat diharapkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Berikutnya, selama masa pandemi, pengeluaran rumah tangga mengalami peningkatan hingga 7 persen dari kondisi normal.
Ia menambahkan bila hal ini terus berlangsung, tidak hanya krisis air yang akan terjadi, tapi juga sulit untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Temuan IWI ini makin memperlihatkan pentingnya memutakhirkan infrastruktur air bersih di Indonesia agar terhindar dari krisis air bersih yang lebih dalam lagi.
Pasalnya, sebelum pandemi Covid-19 Indonesia sudah berada dalam kondisi krisis air bersih.
Saat ini air bersih perpipaan (yang disediakan oleh Perusahaan Air Minum) baru menjangkau 21,8 persen dari penduduk Indonesia (saat ini berjumlah 270,2 juta jiwa berdasarkan data BPS, Januari 2021).
“Pentingnya pembenahan infrastruktur air bersih ini diperlukan terutama karena Indonesia belum sampai pada puncak pandemi Covid-19,” kata Firdaus Ali.
Negara harus turun tangan mengatasi isu krisis air bersih ini dengan membangun infrastruktur air bersih yang modern dan menjangkau seluruh penduduk Indonesia.
Air baku di Indonesia jumlahnya melimpah (3,9 triliun meter kubik), namun tidak sampai ke masyarakat karena infrastruktur air bersih yang masih terbatas dan pengelolaannya masih jauh dari sebagaimana mestinya layanan publik untuk kebutuhan dasar.
Pemerintah juga harus mengambil alih penetapan tarif air bersih agar terjangkau oleh masyarakat namun menarik investasi atau kapital dari sumber-sumber non APBN/APBD.
Pemerintah harus mampu menyediakan air bersih untuk masyarakat agar protokol kesehatan (mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir) bisa dijalankan dengan benar.
Menanggapi hasil penelitian itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimulyo mengatakan hasil kajian IWI, ini akan menjadi masukan yang berharga bagi Pemerintah Indonesia.
“Khususnya Kementerian PUPR, penelitian ini sangat berguna dalam upaya meningkatkan ketahanan air nasional,” tuturnya.
Basuki menambahkan kedepan perlu disusun suatu kebijakan yang menyeluruh dan terpadu terkait pengelolaan sumber daya air.
(Tio/Hantaran.co)
Komentar