Kampanye Terbatas Saat Pilkada, Ini yang Harus Dilakukan Paslon

Kampanye. Ilustrasi

Sekarang pandemi, dan sulit untuk bersosialisasi langsung. Mestinya paslon bisa memaksimalkan media untuk kampanye dan menyebarluaskan gagasan. Terkait aturan pembatasan dalam Peraturan KPU, itu kan aturan dalam keadaan normal. Menurut saya, kita tidak bisa pedomani regulasi normal di tengah kenormalan baru

Najmuddin M Rasul

Dosen Ilmu Komunikasi Unand/Ka.Prodi Ilkom Unidha

PADANG, hantaran.co — Pasangan calon (Paslon) Pilkada Serentak 2020 harus memeras otak agar gagasan dalam visi-misi tersampaikan pada masyarakat pemilih. Sebab, di tengah keterbatasan mengumpulkan massa, paslon juga tak bisa seenaknya bersosialisasi lewat sebagian platform media.

Peneliti Spektrum Politika Andri Rusta berpendapat, kreativitas paslon dalam berkampanye di tengah keterbatasan menjadi kunci agar program tersampaikan dengan baik pada masyarakat. Jika tidak, timbul kekhawatiran bahwa pesan-pesan dan program paslon hingga ke tingkat paling bawah.

“Jika itu terjadi, muncul kekhawatiran lain, bahwa masyarakat akan memilih tidak berdasarkan program atau visi dan misi para calon, tapi memilih karena faktor primordial, kepartaian, atau figur calon saja. Hasilnya, mayoritas pemilih itu memilih berdasarkan aspek sosiologis dan psikologis, bukan menjadi pemilih rasional,” kata Andri.

Terkait pembatasan paslon untuk berkampanye di banyak media massa, Dosen Ilmu Politik Universitas Andalas itu menyebutkan bahwa memang aturan tersebut telah berlaku sedari dulu. “Selain itu survei menunjukkan kampanye door to door masih lebih efektif untuk merangkul massa,” kata Andri lagi.

Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik Najmuddin M Rasul menilai, partisipasi pemilih masih menjadi tolok ukur suksesnya pemilihan umum (Pemilu). Namun, di situasi serba keterbatasan karena pandemi Covid-19, jelas target paritisipasi akan sulit tercapai karena paslon pun mengalami kesulitan dalam bersosialisasi ke tengah masyarakat.

“Karena sulit untuk bersosialisasi langsung, mestinya paslon bisa memanfaatkan media semaksimal mungkin untuk kampanye dan menyebarluaskan gagasan pada masyarakat. Untuk aturan pembatasan dalam PKPU, itu kan aturan dalam keadaan normal. Menurut saya, kita tidak bisa berpedoman pada regulasi normal di tengah kenormalan baru,” ucap Dosen Ilmu Komunikasi Unand tersebut.

Najmuddin menilai, semestinya ada pengadaptasian aturan di tengah situasi Covid-19, termasuk dalam urusan kampanye lewat media massa. Namun karena adaptasi tidak dilakukan, ia merasa seperti KPU Sumbar yang menarget partisipasi pemilih sebesar 77,7 persen, bakalan sulit terwujud.

Najmuddin menilai, di tengah keterbatasan dalam berkampanye langsung, paslon sepantasnya bisa memantapkan program atau agenda politik mereka, sebelum disampaikan kepada masyarakat dengan memaksimalkan penggunaan media massa. KPU semestinya memodifikasi aturan kampanye di media massa, yang disesuaikan dengan keadaan, agar ikut mendorong angka partisipasi.

“Sebab, dari survei yang saya lakukan, sebagian besar masyarakat apatis terhadap Pilkada mendatang. Untuk itu, KPU Sumbar mesti serius untuk menyampaikan kepada pemilih tentang pentingnya mereka dalam Pilkada. Di samping itu, KPU juga menjamin keamanan dan kesehatan pemilih untuk datang ke TPS,” katanya menutup.

Selain itu, Najmuddin menilai paslon juga harus menggerakkan dan memaksimalkan jaringan partai politik hingga ke tingkat desa. “Paslon dapat melakukan pertemuan terbatas dengan tokoh-tokoh di jorong, nagari, atau kecamatan. Agar pemilih lebih mengenal dekat kandidat yang akan mereka pilih,” kata Ketua Jurusan Komunikasi di Universitas Dharma Andalas (Unidha) itu menutup.

Di sisi lain, Komisioner KPU Sumbar Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM Gebril Daulai mengatakan, memang segala kampanye bersifat berbayar di media massa, baik iklan atau pariwara dari calon kepala daerah, baru diizinkan terbit pada 22 November hingga 5 Desember mendatang.

“Aturan kampanye paslon di media massa ini telah diatur di dalam undang-undang. Selain itu, soal kampanye di media ini juga mesti difasilitasi langsung oleh KPU,” kata Gebril kepada Haluan.

Gebril menekankan, pelarangan dilakukan meski pun pada iklan dan pariwara tersebut tidak mencantumkan nomor urut atau yang berkaitan dengan pencalonan kandidat sebagai calon kepala daerah, yang tetap tidak diizinkan hingga dua pekan jelang masa tenang Pemilu berlangsung.

“Jika ditemukan ada pelanggaran seperti itu, maka paslon dan media yang menerbitkannya akan dipanggil untuk memberikan keterangan awal, dan kemudian kami serahkan ke Bawaslu untuk proses lebih lanjut,” kata Gebril menutup.

Riga/hantaran.co

Exit mobile version