Komisi VIII DPR Desak Pemerintah Buka Blokir Anggaran Pengembangan Pendidikan Agama

JAKARTA, hantaran.co – Komisi VIII DPR RI mendesak pemerintah agar segera membuka blokir anggaran pengembangan pendidikan keagamaan/madrasah. Pernyataan tersebut tertuang dalam kesimpulan audiensi antara Komisi VIII DPR RI bersama dengan Persatuan Guru Nahdatul Ulama (PGNU) yang berlangsung pada Rabu, (22/6/2022).

Menyikapi hal tersebut, Lisda Hendrajoni selaku Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi NasDem mengapresiasi langkah itu sebagai upaya pengembangan pendidikan bagi madrasah di Indonesia agar dapat segera terlaksana dan berjalan maksimal.

“Jika berlama-lama, tentu banyak kegiatan pengembangan pendidikan jadi terhambat akibat pemblokiran ini, seperti halnya dana pesantren, bantuan untuk madrasah, dan lain-lain sebagainya. Akibatnya, kegiatan jadi stagnan dan tentu bakal berdampak pada kualitas pendidikan, khususnya bidang keagamaan,” ujar Lisda pada hantaran.co jaringan Haluan di Jakarta, Jum’at (24/6/2022).

Srikandi NasDem asal Sumbar ini menyebut, upaya pihaknya mendesak pemerintah agar segera membuka blokir anggaran pengembangan pendidikan keagamaan bertujuan untuk mendorong terciptanya kesetaraan anggaran antara lembaga pendidikan dibawah Kementerian Agama dengan Kementrian Pendidikan dan Budaya RI.

“Jadi, kami juga mengharapkan kesetaraan anggaran tersebut, agar madrasah juga dapat bersaing dengan sekolah-sekolah lain yang berada dibawah Kemendikbud,” kata Lisda.

Selain anggaran, PGNU juga menyampaikan rekomendasi agar kata atau frasa ‘Madrasah’ dicantumkan pada naskah utama atau batang tubuh RUU Sisdiknas bukan pada bagian penjelasan RUU.

“Hal ini tentunya menjadi perhatian kami di Komisi VIII. Sebab, memang sudah seharusnya kata atau frasa madrasah menjadi salah satu bagian dalam dunia pendidikan Indonesia, dan harus dicantumkan dalam batang tubuh RUU Sistem Pendidikan Nasional. Bahkan, penghapusan nama madrasah dalam naskah utama RUU Sisdiknas juga bakal berdampak terhadap kesenjangan mutu pendidikan antara sekolah dan madrasah,” kata Lisda menjelaskan.

Setidaknya terdapat 5 poin mendasar yang disampaikan oleh PGNU dalam audiensi tersebut, termasuk permintaan adanya Komisi Perlindungan Guru, serta penghapusan LGBT di Indonesia.

Menurut Lisda, Komisi VIII DPR dalam hal ini menerima seluruh aspirasi itu dan akan menyampaikan serta memperjuangkan aspirasi tersebut kepada pihak-pihak terkait, khususnya pada forum Panitia Kerja tentang Pengawasan Pendidikan Keagamaan.

“Ya, kami sepakat dengan 5 poin rekomendasi tersebut, sehingga kedepan bakal kami perjuangkan pada forum Panja pengawasan pendidikan keagamaan dan forum lainnya,” tuturnya.

hantaran/*

Exit mobile version