KPK Bakal Jemput Paksa Kakanwil BPN Riau Bila Tak Serahkan Diri

JAKARTA, hantaran.co – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan, bakal menjemput paksa Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Riau M Syahrir, jika kembali tidak memenuhi panggilan penyidik.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Syahrir sebagai tersangka terkait dugaan suap pengurusan hak guna usaha (HGU) dari pemegang saham PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya.

KPK pun telah menahan Frank yang merupakan bos perusahaan perkebunan sawit itu hingga 20 hari ke depan. Namun, Syahrir belum ditahan lantaran tidak memenuhi panggilan penyidik.

“KPK memerintahkan kepada Saudara M Syahrir yang sudah dilakukan pemanggilan tapi tidak datang untuk segera menyerahkan diri,” ujar Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK.

“Kami bakal lakukan upaya paksa apabila yang bersangkutan tidak datang untuk kedua kalinya,” ucapnya lagi.

Firli pun meminta masyarakat yang mengetahui keberadaan M Syahrir agar memberikan informasi kepada KPK. Dengan begitu, Syahrir dapat segera mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Kepada seluruh masyarakat yang mengetahui keberadaan saudara MS agar segera memberitahukannya kepada kami,” kata Firli.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka adalah Frank Wijaya, M. Syahrir, dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.

KPK tidak menahan Sudarso karena saat ini yang bersangkutan tengah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I A Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Dalam kasus ini, Syahrir diduga menerima suap sebesar 120.000 dollar Singapura atau sekitar Rp1,2 miliar terkait pengurusan perpanjangan sertifikat HGU PT Adimulia Agrolestari yang akan berakhir pada tahun 2024. Suap itu diberikan di rumah dinas Syahrir.

“Sekitar September 2021, atas permintaan M Syahrir penyerahan uang 120.000 dollar Singapura dari SDR dilakukan di rumah dinas M Syahrir,” ucap Firli.

Perkara ini merupakan pengembangan dari fakta persidangan kasus suap yang menjerat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Andi Putra. Ia dinyatakan bersalah menerima suap terkait perpanjangan izin perkebunan kelapa sawit.

Dalam perkara ini, Frank Wijaya dan Sudarso disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, sebagai penerima suap, Syahrir disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 undang-undang yang sama.

hantaran/rel

Exit mobile version