Menkeu Sebut UU Covid-19 tak Rugikan Rakyat

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) bersama hakim anggota mendengarkan keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Kamis (8/10/2020). IST

JAKARTA, hantaran.co – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menegaskan, keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sama sekali tidak merugikan hak konstitusional masyarakat.

Pernyataan ini disampaikan Sri dalam dalam sidang pengujian UU 2/2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020 menjadi UU yang digelar virtual oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (8/10/2020). Dalam persidangan tersebut, Sri mewakili presiden dan pemerintah.

Sri menyebutkan, seluruh kebijakan dalam UU 2/202 sudah melalui rangkaian assesment dan menggunakan dana faktual dampak ancaman Covid-19 bagi masyarakat dan negara. Khususnya, kebijakan mengenai keuangan negara. “Pemerintah berpendapat bahwa UU 2/2020 sama sekali tidak merugikan hak konstitusional para pemohon,” tuturnya.

Sejak UU 2/2020 disahkan, beberapa pihak mengajukan permohonan pengujian ke MK. Terdapat tujuh permohonan pengujian UU 2/2020 terhadap UU Dasar 1945. Di antaranya dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).

Dalam persidangan Juli lalu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai, UU tersebut tidak dibutuhkan lantaran tidak terdapat keadaan mendesak, bahkan Pilkada 2020 tetap akan digelar pada Desember 2020. Boyamin meminta MK memerintahkan presiden menyerahkan salinan naskah akademis dan/atau kajian penyusunan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi UU tersebut. 

Sri menyebutkan, penilaian dilakukan pemerintah berbasiskan upaya penyelamatan masyarakat yang harus dilakukan secara cepat, baik itu dalam penyiapan bantuan biaya untuk sektor kesehatan, bantuan sosial, serta kehidupan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha.

Penilaian tersebut tidak berdasarkan asumsi semata, melainkan faktual. Artinya, Sri menjelaskan, assesment dilakukan dengan kondisi realita dan memproyeksikan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Termasuk di antaranya, memperhitungkan dampak pengganda atas kebijakan pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah dalam rangka mencegah penyebaran virus korona.

Menurut dia, kepanikan dunia akibat pandemi ini sudah memberikan dampak signifikan ke Indonesia. Pandemi turut merosotkan kegiatan ekonomi dan memunculkan ancaman luar biasa bagi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia serta global.

Ini tercermin dari peningkatan jumlah pengangguran maupun kemiskinan. “Ini terjadi dalam waktu singkat,” tutur Sri.

Sri juga menekankan dampak sosial, ekonomi, dan sistem keuangan yang terancam akibat adanya kebangkrutan dunia usaha pada semua sektor. Mulai dari transportasi, perhotelan, restoran, manufaktur, perdagangan hingga konstruksi.

“Berbagai ikhtiar mengatasi Covid-19 dengan upaya penemuan vaksin masih dalam proses pengembangan dan butuh waktu dan persiapan yang rumit untuk penerapannya,” kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Pemerintah, kata dia, memahami penilaian atas legal standing merupakan kewenangan MK. Tetapi, dengan memperhatikan dalil para pemohon yang merasa dilanggar hak konstitusionalnya dengan UU/2020, pemerintah memiliki pandangan lain.

“Perkenankan pemerintah sampaikan bahwa penerbitan UU 2/2020 justru dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi kehidupan masyarakat yang terancam dengan menyebarnya Covid-19,” katanya. (*)

Republika.co.id/hantaran.co

Exit mobile version