BUKITTINGGI, hantaran.co – Niniak mamak se Kurai Limo Jorong Kota Bukittinggi melakukan kunjungan Studi Komparatif Penguatan Lembaga Adat ke Lembaga Adat Melayu (LAM) Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Studi komparatif yang dilaksanakan pada tanggal 9-11 November kemarin, difasilitasi oleh Pemko Bukittinggi melalui melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud).
Kepala Disdikbud Kota Bukittinggi melalui Kepala Bidang Kebudayaan, Heru Triastanawa yang turut mendampingi kegiatan tersebut mengatakan, ninik mamak yang mengikuti studi komparatif tersebut berjumlah kurang lebih 75 orang yang terdiri dari berbagai unsur.
Mulai dari Penghulu Pucuak, Pangka Tuo Nagari, Pangka Tuo Kampuang, alim ulama, dan pegiat adat mewakili kelembagaan adat yang ada seperti Kerapatan Adat Kurai (KAK), LKAAM, dan KAN se Kurai Limo Jorong.
“Keberangkatan ninik mamak dilepas langsung oleh Wakil Walikota didampingi Kepala Disdikbud Bukittinggi. Kegiatan ini terlaksana atas dukungan dana Pokir anggota DPRD Bukittinggi Dedi Fatria,” ujar Heru Triastanawa ketika dihubungi, Senin (13/11).
Wakil Wali Kota Bukittinggi Marfendi Dt Basa Nan Balimo menyampaikan, kegiatan studi komparatif ini sebagai wujud perhatian Pemko terhadap lembaga dan pemangku adat Kurai Limo Jorong Kota Bukittinggi.
“Diharapkan kegiatan studi komparatif ini bisa menghasilkan outcome yang positif dan kongkret terhadap penguatan kapasitas kelembagaan adat di Bukittinggi,” kata Marfendi saat melepas keberangkatan ninik mamak tersebut.
Anggota DPRD Bukittinggi Dedi Fatria yang turut menginisiasi dan memperjuangkan terakomodirnya kegiatan studi komparatif ini dalam APBD-P 2023 mengatakan, kunjungan ke Kabupaten Siak diawali dengan kunjungan ke Istana Kerajaan Siak Sri Inderapura, yang kemudian dilanjutkan dengan shalat Jumat bersama di Mesjid Agung Syahbudin.
Kegiatan silaturahmi dan studi komparatif dilaksanakan di Gedung LAM Siak. Rombongan disambut langsung oleh Ketua Umum LAM Siak Datuk Seri Wan Said beserta datuk dan datin pengurus LAM Siak periode 2023-2028 yang baru saja dilantik dan dikukuhkan akhir Oktober kemarin.
Menurut Dedi Fatria, dalam sesi dialog dan diskusi, pengurus LAM Siak memaparkan dan menjelaskan banyak hal tentang keberadaan lembaga adat baik program kerja, kegiatan, maupun koordinasi dan sinergi yang dibangun bersama dengan Pemkab Siak yang diwujudkan secara legal formal.
“Salah satunya adalah lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Siak tentang Rencana Induk Pelestarian Budaya Melayu yang menjadi acuan dan pedoman bersama bagi para pemangku kepentingan yang ada,” ujar Anggota Dewan dari PPP tersebut.
Lebih lanjut Dedi Fatria menjelaskan, studi komperatif ini bertujuan disamping memperkuat silaturahmi lembaga adat di Kurai Lima Jorong dengan Lembaga Adat Melayu Siak, juga sebagai bentuk apresiasi kepada para niniak mamak dan pegiat adat kurai yang selama ini mengurus korong, kampuang sarato nagari.
“Kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh anggota Banggar DPRD dan TAPD Pemko Bukittinggi dibawah pimpinan Sekdako Martias Wanto Dt. Maruhun, atas komitmen dan kesepakatan bersama untuk menambahkan kegiatan studi komparatif ini dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2023,” tutur Dedi Fatria.
Ketua LKAAM Bukittinggi Fery Chofa Dt.Tun Muhammad mewakili pihak lembaga adat di Kurai Limo Jorong, menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih atas sambutan dan keramahtamahan yang diberikan oleh LAM Siak selaku tuan rumah.
Ia berharap hal-hal positif yang didapat dari studi komperatif tersebut seperti sinergi Pemda dengan LAM yang dilegitimasi dalam aturan Perda terkait dengan rencana induk pelestarian adat dan budaya maupun kelembagaan adat Kurai, dapat menjadi wacana dan kajian bersama untuk dikongkretisasikan pula dalam bentuk produk hukum daerah di Bukittinggi.
Kegiatan studi komparatif yang penuh kebersamaan tersebut dipadatkan dengan diskusi internal sehabis makan malam bersama di Pekanbaru, guna merumuskan kesimpulan atas pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan.
Ketua Kerapatan Adat Kurai (KAK), Hans Sikumbang Dt.Sati ketika menutup kegiatan diskusi internal tersebut menegaskan bahwa sebagai niniak mamak kita tidak alergi dengan tuntutan perkembangan zaman.
“Adat dipakai baru, kain dipakai usang. Namun semua harus disikapi dengan arif dan bijaksana berlandaskan asas kebersamaan dalam mufakat. Sesuai dengan “warih nan bajawek, pusako nan batolong” tegasnya. Gatot/hantaran.
Komentar