PILKADA DI SUMBAR SAAT PANDEMI, Target Partisipasi Pemilih Tetap 77,7 Persen

Prokes

Partisipasi pemilih pada pemilihan umum (Pemilu). IST

PADANG, hantaran.co — KPU Sumbar optimis target partisipasi pemilih 77,7 persen pada Pilkada 9 Desember 2020 nanti dapat tercapai. Sebab, sosialisasi terus intensif dilakukan dengan merangkul banyak kalangan. Pengamat menilai, jika target itu ingin direalisasikan, maka KPU harus memastikan pelaksanaan Pilkada aman dari potensi kian meluasnya penularan Covid-19.

Komisioner KPU Sumbar Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM Gebril Daulai kepada Haluan mengatakan, sejauh ini KPU Sumbar telah melakukan berbagai upaya dalam sosialisasi dengan melibatkan banyak pihak. Sembari itu, daerah tetap menunggu arahan terkait teknis pelaksanaan dari KPU pusat yang lebih rinci.

“Kami melibatkan banyak kalangan dalam sosialisasi mulai dari, komunitas, alim ulama, dan tokoh adat. Untuk ikut menyuarakan pentingnya partisipasi masyarakat dalam memilih pemimpin di Sumbar. Kami juga menyusun strategi dan langkah-langkah untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan banyak pihak itu,” kata Gebril di ruangan kerjanya, Senin (21/9/2020).

Gebril mengatakan, sebelumnya berdasarkan riset yang dilakukan oleh Lembaga Revolt Institute, disebut bahwa ada 54,6 persen pemilih yang cemas untuk datang ke TPS untuk memilih di tengah pandemi. Namun, 75,6 persen masyarakat disebut punya keinginan kuat untuk tetap berpartisipasi, selama KPU dan petugas TPS dapat menjamin keamanan saat memilih di TPS.

“Tentu bagi KPU Sumbar tetap bahwa apa yang ditargetkan itu agar bisa tercapai. Tapi pada prinsipnya, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada hanya salah satu indikator indeks demokrasi. Ketika partisipasi pemilih berada di atas 70 persen, itu sudah tinggi. Kalau partisipasinya 50 sampai 70 persen, itu sedang atau moderat. Sementara jika di bawah 50 persen, baru bermasalah,” kata Gebril lagi.

KPU sebagai penyelenggara, kata Gebril lagi, tentu saja akan menjamin keamanan para penyelenggara dan pemilih saat berada di TPS. Penyelenggara, seperti petugas KPPS, nantinya akan mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap saat berada di TPS. Sementara itu, pemilih wajib mengenakan masker, dan diberi sarung tangan sekali pakai agar tidak langsung bersentuhan dengan alat pencoblos dan surat suara.

“Selain itu, KPU RI juga sedang merencanakan pengaturan jadwal untuk pemilih. Namun, aturan itu masih dibahas. Kedatangan pemilih nanti mungkin diatur mulai pukul 07.00 hingga 13.00 WIB ke TPS, agar tidak terjadi penumpukan massa,” katanya lagi.

Sebelum pelaksanaan pemungutan suara, kata Gebril lagi, lokasi yang akan dijadikan TPS akan disemprot dengan disinfektan sehari jelang hari pemungutan suara. Selain itu, pengaturan tempat duduk dan antrean juga akan diatur sedemikian rupa, agar memenuhi standar protokol kesehatan yang berlaku.

“Nanti juga disediakan tempat cuci tangan, dan sebelum masuk ke TPS pemilih mesti dicek suhu tubuh. Jika suhu tubuh pemilih di atas 37,3 derjat celcius, pemilih akan diarahka memilih ke bilik khusus. Nanti, di TPS itu ada tiga bilik, dan satu di antaranya disediakan untuk pemilih yang suhu tubuhnya di atas rata-rata,” katanya lagi.

Tidak itu saja, sambung Gebril, jumlah pemilih per TPS pun akan dikurangi dari sebelumnya 800 menjadi 500 pemilih per TPS. KPU Sumbar tetap akan menyakinkan para pemilih, bahwa memilih di tengah pandemi itu aman, karena setiap petugas KPPS juga akan menjalani uji PCR sebelum bertugas.

“Dengan upaya-upaya yang dilakukan, kami optimistis target partisipasi pemilih 77,7 persen di Pilkada serentak nanti dapat tercapai,” katanya lagi.

Terlalu Tinggi

Menanggapi hal itu, Peneliti Revolt Institute, Eka Vidia Putra, kepada Haluan mengatakan, riset yang dilakukan Revolt Institute sebelumnya tentang tingkat partisipasi pemilih, dilakukan pada saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlangsung di Sumbar. Namun, untuk hari ini diprediksi akan terjadi penurunan tingkat partisipasi pemilih, seiring terus meningkatnya kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Sumbar.

“Karena dulu saat PSBB di awal-awal, korban positif Covid-19 masih jauh dari lingkungan masyarakat. Namun, sekarang kasus positif Covid-19 sudah menyebar hampir ke seluruh pelosok daerah. Dan yang kami rasa akan mengalami penurunan jumlah partisipasi itu, ada di daerah perkotaan,” kata Eka Vidya.

Meski demikian, menurut Eka, upaya yang bisa dilakukan oleh KPU sebagai penyelenggara saat ini adalah dengan mensosialisasikan kepada masyarakat, bahwa Pilkada yang akan diselenggarakan penting untuk masa depan daerah, sekaligus aman untuk dilaksanakan dengan cara tetap datang ke TPS.

“Mendorong orang untuk berpartisipasi memang cukup sulit di tengah pandemi. Oleh karena itu, kami menilai target KPU itu sulit untuk tercapai. Riset yang dilakukan Revolt Institute memang menyebutkan keinginan masyarakat untuk memilih berada di atas 70 persen. Namun, seiring perkembangan Covid-19 dan lain sebagainya, prediksi itu akan menurun. Sebab, riset itu sudah lama dilakukan. Jauh sebelum penyebaran Covid-19 seperti sekarang,” kata Eka menutup.

Agam Tetap Lanjut

Sementara itu terkait dua komisioner KPU Agam selaku pejabat penyelenggara Pilkada di Kabupaten Agam terkonfirmasi positif Covid-19, dinilai Gebril Daulai tidak akan mengganggu berbagai tahapan dalam pelaksanaan Pilkada Agam. Sebab, jumlah komisioner KPU yang tersisa dan masih bisa bekerja masih memenuhi jumlah kuorum.

“Mereka masih bisa melakukan tahapan. Kecuali yang positif itu ada tiga orang atau lebih. Sehingga jumlah yang tersisa tidak mencapai kuorum untuk mengambul keputusan. Jika nanti komisioner KPU Agam tidak mencukupi jumlah kuorum, baru tugasnya diambil alih oleh KPU Sumbar yang setingkat berada di atasnya. Itu semua diatur dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020,” sebut Gebril.

Begitu juga dengan petugas KPPS, kata Gebril, setelah ditetapkan sebagai petugas KPPS, kemudian terkonfirmasi positif Covid-19, dan jika jumlah petugas KPPS yang sehat atau tidak terpapar Covid-19 berjumlah di bawah 50 persen, maka petugas tetap masih dapat melaksanakan tahapan Pilkada. “Namun, jika hampir sebagian besar petugas KPPS positif Covid-19, maka akan dilakukan pergantian petugas KPPS,” katanya menutup.

Permintaan Mendagri

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19. Menurut Tito, KPU perlu mencantumkan aturan terperinci soal pelanggaran penerapan protokol Covid-19 dalam seluruh tahapan pilkada.

“Kami sarankan ada revisi PKPU mengenai untuk menghindari potensi kerumunan sosial yang tidak menjaga jarak,” kata Tito dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).

Tito berkata, semua pihak harus didorong untuk melaksanakan kegiatan dalam tahapan-tahapan Pilkada Serentak 2020 secara daring dengan memanfaatkan sejumlah teknologi. Menurutnya, semua pihak juga harus bisa memanfaatkan media massa, media sosial, atau media konvensional dalam melaksanakan kegiatan selama tahapan pilkada kali ini.

“TVRI (dan) RRI yang sudah sampai ke daerah-daerah, pelosok-pelosok ini dapat dimanfaatkan,” ujar mantan Kapolri itu.

Meskipun demikian, Tito menyebut rapat yang menghadirkan orang dalam jumlah terbatas bisa tetap diizinkan di daerah-daerah yang kesulitan memanfaatkan teknologi. Menurutnya, rapat terbatas tersebut boleh dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.

“Bisa dilakukan rapat terbatas yang bisa menjaga jarak dan pengawasannya akan mengikutsertakan para stakeholder penegak hukum, revisi PKPU menjadi penting dan sudah lebih detail,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, bahwa tahapan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di 270 daerah akan tetap dilaksanakan meski pandemi Covid-19 belum berakhir. Pernyataan sikap Jokowi tersebut disampaikan Juru Bicara Kepresidenan, Fadjroel Rachman lewat siaran pers, Senin (21/9).

Presiden Jokowi, lewat Fadjroel, menyatakan bahwa pemungutan suara pilkada di 270 daerah akan tetap dilaksanakan serentak pada 9 Desember 2020 mendatang. “Pilkada 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih,” kata Fadjroel, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin (21/9/2020).

Kendati begitu, Fadjroel meminta masyarakat untuk tetap bergotong-royong mencegah potensi klaster baru penularan Covid-19 di setiap tahapan Pilkada. Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) No.6/2020, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 harus menerapkan protokol kesehatan tanpa mengenal warna zonasi wilayah.

Pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi mendapat sorotan dari sejumlah pihak, termasuk PBNU dan PP Muhammadiyah. Dua organisasi itu meminta pemerintah menunda pelaksanaan Pilkada 2020 karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Selain itu, Wakil Presiden ke-12 RI Jusuf Kalla juga mendorong Pilkada ditunda sampai vaksin ditemukan.

Riga/hantaran.co

Exit mobile version