Polemik Berjilbab di SMKN 2 Perlu Diakhiri

Siswa

Kerudung. Ilustrasi

PADANG, hantaran.coSejumlah tokoh di Sumbar berharap agar polemik memakai jilbab di SMKN 2 Padang segera diakhiri secara arif dan dewasa. Sebab, dalam regulasi yang menjadi pedoman pihak sekolah pun, penggunaan jilbab memang tidak diwajibkan bagi pelajar nonmuslim. Terlebih, sejumlah pelajar nonmuslim yang berjilbab di sekolah itu, mengaku tak pernah ada pemaksaan.

Anggota Komisi V DPRD Sumbar, Sitti Izzati Aziz, menilai, jika polemik terkait aturan berjilbab itu terus dibesar-besarkan, maka dengan sendirinya akan merusak citra Sumbar. Belum lagi, Sumbar sudah beberapa kali diterpa isu sebagai provinsi intoleran dengan tingkat indeks demokrasi yang rendah, serta dinilai tidak pancasilais.

“Jangan sampai kasus ini berlarut-larut dan terus menyita perhatian publik. Malu kita. Ini harus ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan Sumbar, lakukan investigasi, apakah itu betul terjadi. Jika betul menyalahi aturan, berikan sanksi tegas,” ujar Sitti kepada Haluan, (25/1/2021).

Menurut Sitti, jika citra Sumbar buruk karena polemik jilbab ini, maka dampaknya akan terus meluas bahkan hingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat. “Misal ke sektor pariwisata. Jika citra Sumbar buruk, bisa-bisa orang enggan berkunjung. Kalau bisa, kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan,”  katanya berharap.

Sitti juga berharap agar persoalan ini segera diluruskan oleh pihak-pihak terkait. Sebab, ia juga menyepakati bahwa dalam dunia pendidikan tidak boleh terjadi praktik pemaksaan, termasuk dalam hal menggunakan jilbab bagi pelajar.

“Untuk orang tua siswa pelajar bersangkutan, saya harap tidak terlalu emosional menyikapi ini. Kita sesama orang Sumatera Barat. Kalau bisa diselesaikan baik, ayo diselesaikan secara baik. Kalau citra Sumbar tercoreng, yang rugi kita semua masyarakat Sumbar,” ujar anggota komisi yang membidangi pendidikan itu lagi.

Harapa agar polemik segera diakhiri juga disampaikan Rektor Universitas Negeri Padang (UNP), Prof Ganefri. Ia juga memastikan, Sumbar merupakan provinsi toleran, yang telah tercermin sejak di masa lalu melalui sikap para tokoh nasional dan pahlawan perjuangan kemerdekaan dari Ranah Minang.

“Dalam regulasi yang ada itu, jilbab hanya wajib untuk yang muslim. Sebab, memang pada dasarnya Indonesia memberikan kebebasan dalam menjalankan agama masing-masing. Secara sosial, pendidikan, dan lingkungan mana pun, tidak ada pemaksaan untuk menyeragamkan busana,” ujar Ganefri.

Ganefri menyebutkan, ke depan semua pihak harus lebih menyadari bahwa Indonesia merupakan negara multibudaya, multietnis, serta multiagama. Sehingga, sikap yang perlu dikedepankan ialah senantiasa menghargai perbedaan, bersatu di antara perbedaan, dan tidak melakukan tindak-tanduk yang dapat menimbulkan perpecahan.

“Saya harap, mudah-mudahan polemik ini dihentikan. Tidak baik untuk dibesar-besarkan. Dampaknya tidak bagus juga untuk masa depan pelajar bersangkutan. Jika diteruskan, Sumbar tampak seolah tidak toleran terhadap perbedaan. Padahal kita sangat toleran. Bisa dilihat dari sikap para pendiri bangsa kita. Jadi, marilah hentikan polemik ini,” katanya lagi. (*)

Darwina/Leni/hantaran.co

Exit mobile version