Yang jadi persoalan adalah penerapan protokol kesehatan di destinasi-destinasi wisata di Sumbar. Berdasarkan survei di delapan kabupaten/kota di Sumbar, hampir semua objek wisata yang dikelola pihak swasta dan masyarakat tidak menerapkan protokol kesehatan dengan benar.
Ian Hanafiah
Ketua ASITA Sumbar
PADANG, hantaran.co — Momen libur panjang mulai 28 Oktober hingga 1 November 2020 nanti berpotensi meningkatkan mobilitas orang dalam jumlah besar. Pemerintah kabupaten/kota diminta mewaspadai potensi terciptanya klaster Covid-19 baru, dan berkaca pada peningkatan kasus positif pascamomen Idul Adha 1441 Hijriah yang lalu.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal, mengatakan, kontrol penuh bagi warga saat liburan panjang nanti berada di tangan pemerintah kabupaten/kota. Untuk itu, bupati dan wali kota diminta menerapkan langkah-langkah antisipasi sesuai zonasi penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing.
“Kami setiap minggu selalu memperbaharui status zonasi daerah. Hendaknya itu dapat dijadikan pedoman. Misalnya, kalau daerah tersebut berstatus zona merah, tentu kontrol mobilitas masyarakatnya, baik yang masuk atau ke luar daerah, diperketat,” ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) virtual, Rabu (21/10/2020)
Jasman menyebutkan, kunjungan wisatawan ke Sumbar tidak dapat dihindarkan. Bagaimana pun, pariwisata merupakan salah satu sumber utama pendapatan Sumbar. Dengan kata lain, apabila sektor pariwisata tidak berjalan, maka perekonomian Sumbar akan cenderung stagnan.
Oleh sebab itu, penerapan protokol kesehatan (Prokes) yang ketat dinilai lebih masuk akal ketimbang membatasi mobilitas orang untuk berwisata. Hal ini juga didukung dengan telah diterbitkannya Perda Nomor 6 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Di samping itu, Pemprov Sumbar melalui Instruksi Gubernur Sumbar juga telah memerintahkan pengelola dan karyawan rumah makan, restoran, kafe, dan tempat-tempat sejenisnya untuk menjalani tes swab dalam dua pekan ke depan. “Sebelumnya, pihak hotel juga sudah diminta untuk melakukan tes swab. Harapannya tentu saja, mencegah penyebaran yang berasal dari mobilitas wisatawan,” ucapnya lagi.
Sementara itu, Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Sumbar, Ian Hanafiah, memprediksi, tidak akan banyak wisatawan dari luar yang akan datang ke Sumbar di musim libur panjang kali ini. Jika pun ada, kemungkinan besar akan berasal dari provinsi-provinsi tetangga seperti, Riau, Jambi, dan Bengkulu.
“Tolok ukurnya saat ini adalah DKI Jakarta. Jika kasus di Jakarta masih tinggi, maka wisatawan di daerah-daerah lain pun berpikir dua kali untuk berwisata. Terlebih, di Sumbar jumlah penambahan kasus terbilang tinggi. Dengan kata lain, orang masih takut berwisata. Kalau ada yang berwisata saat libur panjang, sebagian besar wisatawan lokal,” katanya dalam FGD yang digagas Satgas Covid-BNPB bersama Singgalang tersebut.
Ian mengatakan, yang menjadi persoalan sekarang adalah penerapan protokol kesehatan di destinasi-destinasi wisata di Sumbar. Berdasarkan survei yang dilakukannya di delapan kabupaten/kota di Sumbar, hampir semua objek wisata yang dikelola oleh pihak swasta dan masyarakat, tidak menerapkan protokol kesehatan dengan benar.
“Kalau yang dikelola oleh pemerintah daerah, sudah menerapkan protkol kesehatan. Tetapi objek wisata yang dikelola oleh masyarakat, masih banyak yang belum menerapkan protokol kesehatan dengan benar,” tuturnya.
Pakar : Kuncinya Prokes
Di sisi lain, Pakar Epidemiologi Unand, Defriman Djafri, menuturkan, Sumbar patut waspada. Pasalnya, ledakan kasus di Sumbar yang terjadi saat ini bermula saat momen Idul Adha lalu. Tingginya mobilitas masyarakat yang masuk ke Sumbar saat itu dinilai sebagai salah satu faktor utama meledaknya kasus di Sumbar.
Untuk mengantisipasi hal itu, penerapan protokol kesehatan oleh pengelola objek wisata menjadi kunci utama. Terlebih dengan tingginya kasus positif di Sumbar saat ini. “Jumlah testing-nya tinggi, tetapi angka penambahan kasusnya juga tinggi. Padahal, kalau memang pengendalian berjalan baik, harusnya testing tinggi, tapi angka kasus rendah. Artinya, ini tidak beriringan. Kalau jumlah testing dan kasus beriringan, berarti kita patut waspada,” katanya.
Ia juga mengingatkan, saat momen libur panjang, harus ada kontrol ketat dari pemerintah. Jangan sampai pemerintah malah kewalahan membedakan antara kasus impor (imported cases) dengan transmisi lokal (local transmition), sebagaimana sering ditemukan saat ini. “Untuk itu, langkah antisipasi harus dimulai dari sekarang,” ujarnya menutup.
Sementara itu di Jakarta,Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio turut meminta para pelaku pariwisata untuk tidak mengabaikan protokol kesehatan covid-19, saat libur panjang pekan depan. “Saya harapkan semua stakeholder dan pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif serta masyarakat yang ingin berlibur dapat melaksanakan protokol kesehatan dengan penuh kedisiplinan dan penuh rasa kepedulian. Agar tidak terjadi kenaikkan kasus Covid-19” ujarnya (21/10/2020). (*)
Hamdani/hantaran.co
Komentar