Puasa Ramadan dan Kesabaran

Sumbar

Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah. IST

Mahyeldi Ansharullah

Gubernur Sumatra Barat

Diriwayatkan dari Abu Huraira RA, Rasulullah SAW bersabda, “Segala sesuatu memiliki zakat, Ada pun zakatnya badan adalah puasa.” Perawi Muhriz menambahkan hadis, diriwayatkan Ibnu Majah Rasulullah SAW bersabda, “Puasa itu separuh kesabaran.”

Berdasarkan hadis ini, Imam Ghazali mengatakan bahwa posisi puasa adalah seperempat bagian dari iman. Sehingga, barang siapa yang tidak puasa, maka imannya berkurang seperempat. Bagaimana bisa demikian? Lihatlah sabda Nabi di atas yang mengatakan bahwa puasa merupakan setengah dari kesabaran. Dan hadis berikutnya mengatakan bahwa kesabaran adalah setengah dari iman. Dari sini menjadi jelas, secara matematis, puasa adalah seerempat dari iman.

Puasa identik dengan kesabaran. Bahkan segala jenis kesabaran terdapat dalam ibadah puasa. Sabar ada empat macam, yaitu sabar dalam menjalani ketaatan, sabar dalam menjauhi larangan, sabar dalam menghadapi takdir Allah yang terasa menyakitkan, serta sabar dalam menghadapi semerbak dan gemerlapnya kehidupan dunia.

Sekarang, lihatlah kesabaran orang yang menjalani puasa. Pertama, orang berpuasa menahan dalam ketaatan. Kedua, sabar menjauhi larangan Allah, seperti menjauhi berbagai syahwat dan nafsu. Ketiga, sabar terhadap rasa sakit yang harus dilalui saat menjalani puasa, seperti rasa lapar, dahaga, serta badan yang terasa lesu dan lemas. Keempat, sabar dalam menghadapi hari raya yang oleh hawa nafsu menyuruh dan menyeret ke dalam indahnya kehidupan dunia.

Sungguh besar pahala yang didapat oleh orang yang berpuasa. Ia mendapat balasan sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Surat Az-Zumar ayat 10, “Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan pahala tanpa batas.”

Seperti itu pulalah yang didapat oleh orang-orang yang berpuasa. Seperti dalam hadis Rasulullah yang berbunyi, “Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya), setiap amalan adalah sebagai kafarah/tebusan kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR Ahmad)

Puasa dan sabar tidak dapat dipisahkan, meskipun hakekat keduanya berbeda. Sebab, kalau puasa itu untuk Allah, maka sabar sebenarnya untuk manusia. Betapa tidak, manfaat sabar akan kembali kepada diri sendiri. Sabar dapat menjadikan hidup ini penuh kesejukan. Kedamaian, dan mendorong tercapainya cita-cita, menumbuhkan semangat hidup dan tidak mudah putus asa. Mendapatkan kebahagian, serta terhindar dari hal-hal yang buruk dan jauh dari masalah bahkan konflik.

Hidup adalah tantangan. Selama Anda masih hidup, maka selama itu pula Anda ditantang. Karenanya, Rasulullah menegaskan bahwa hidup adalah perjuangan. Tantangan itu tidaklah kecil, berkesinambungan, bahkan tabiat hidup itu sendiri. Tantangan hidup berakhir ketika hidup itu sendiri harus berakhir. Karenanya, seorang mukmin yang sadar realita tidak akan pernah mundur, apalagi lari dari tantangan hidup.

Al-Qur’an menegaskan bahwa iman identik dengan secara alami dengan tantangan. Ukuran keimanan sering kali terukur dari seberapa besar tantangan dan seberapa kuat dalam menghadapinya. Semakin tinggi nilai keimanan, semakin tinggi pula tantangan hidupnya. Seperti pohon, semakin tinggi, semakin kuat pula empasan angin yang menerpa. Maka pembuktian iman itu ada ketika melalui ujian dan tantangan, seperti dalam firman Allah, “Apakah manusia menyangka dibiarkan mengaku beriman tanpa diuji. Sungguh Kami (Allah) telah menguji orang-orang sebelum mereka, agar Allah membuktikan siapa di antara mereka yang beriman dan siapa yang mendusta.” (QS Al-Ankabut: 3)

Lebih jauh lagi, jalan menuju surga tabiatnya harus melalui proses ujian dan tantangan. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 142, “Apakah kamu mengira akan masuk surga padahal Allah belum mengetahui siapa di antara kalian yang berjuang, dan siapa yang bersabar.”

Di ayat kedua dijelaskan bahwa perjuangan menghadapi tantangan hidup itu memerlukan satu kekuatan yang tak lentur. Itulah kekuatan kesabaran.

Sabar adalah fenomena kejiwaan yang solid dalam menangkal dan menghadapi tantangan. Kesebaran bukan lemah dan putus asa. Tetapi kemampuan untuk membentengi diri sendiri dari berbagai kemungkian berputus harapan. Berbagai ayat dalam Al-Qur’an menegaskan urgensi kesabaran ini. Bahkan, secara spesifik, Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk mencari pertolongan Allah melalui sabar dan salat (QS Al-Baqarah: 155).

Lebih jauh, Surat Al-Asr menyimpulkan bahwa kesuksesan hidup itu hanya dengan iman, amal saleh, saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Para ulama menyebutkan bahwa iman, amal saleh, dan wasiat kepada kebenaran hanya dimungkinkan jika dibangun di atas kesabaran.

Puasa itu menahan diri dari segala dorongan nafsu manusia, dan dunia semuanya adalah nafsu. Karenanya, di sini terjadi korelasi antara puasa dan sabar. Bahwa dunia hanya bisa dikontrol dengan kekuatan kesabaran. Dan puasa adalah jalan paling efektif dalam membangun kesabaran itu.

Ramadan memang dikenal sebagai syahrus shobar atau bulan kesabaran. Bagaimana tidak, puasa yang identik dengan menahan diri itu justru substansi dari kesabaran. Karena sesungguhnya, salah satu bentuk kesabaran adalah sabar menghadapi godaaan nafsu-nafsu duniawi, sabar dalam menghadapi bunga-bunga semerbak keindahan duniawi.

Dari keempat kategori kesabaran, para ulama sepakat bahwa sabar menghadapi godaan dunia adalah tingkatan kesabaran tertinggi. Karena memang kenyataannya gagal menghadapi musibah atau gagal melaksanakan perintah Allah dan Rasulullah, tahu gagal melaksanakan perintah agama, karena bentuk kesabaran keempat itu minim, yaitu tidak sabar menahan godaan dunia.

Di sinilah puasa memainkan peranan kunci dalam membangun kesabaran itu. Sebab, puasa memang sejatinya melatih diri untuk menahan diri dari godaan-godaan dunia yang dahsyat. Al-Imsak atau menahan diri adalah melatih jiwa untuk tidak terbuai atau jatuh dalam perbudakan nafsu duniawi. (*)

Exit mobile version