Sawit Indonesia vs Sawit Malaysia, Segini Perbandingannya

JAKARTA, hantaran.co – Malaysia dikabarkan bakal mengambil alih pasar ekspor kelapa sawit setelah Indonesia memberlakukan larangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng pada Kamis, 28 April 2022 lalu.

Padahal, dalam kurun tiga tahun terakhir produksi crude palm oil (CPO) baik di Indonesia maupun di Malaysia menurun. Namun, produksi minyak kelapa sawit Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan Malaysia.

Dikutip CNN Indonesia, data GAPKI menyebut produksi minyak kelapa sawit di Indonesia pada 2021 mencapai 46,88 juta ton.

Angka tersebut lebih rendah 0,31 persen dibanding capaian pada 2020 yang sebesar 47,03 juta ton. Sedangkan pada 2019, produksi minyak kelapa sawit di Indonesia mencapai 47,18 juta ton.

Sementara itu, mengacu data MPOB, produksi minyak kelapa sawit Malaysia pada 2021 mencapai 18,11 juta ton. Pada 2020, sempat menyentuh 19,14 juta ton, dan pada 2019 mencapai 19,85 juta ton.

Adapun dari sisi ekspor, Indonesia berhasil mengekspor minyak sawit mencapai 34,2 juta ton pada tahun lalu atau naik 0,6 persen dibandingkan 2020 yang mencapai 34 juta ton. Sedangkan pada 2019, ekspor minyak kelapa sawit Indonesia mencapai 37,39 juta ton.

Sementara Malaysia pada 2021 lalu mengekspor 15,56 juta ton. Pada 2020, mencapai 19,33 juta ton dan pada 2019 mencapai 20,54 juta ton.

Dari sisi konsumsi, CPO di Indonesia pada 2021 mencapai 18,42 juta ton lebih tinggi dibandingkan 2020 mencapai 17,34 juta ton, dan 2019 yang mencapai 16,73 juta ton.

Sebelumnya, Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, Malaysia menjadi penguasa 84 persen ekspor crude palm oil (CPO) pasca pemberlakuan larangan ekspor CPO Indonesia.

Bhima menyebut, Malaysia sebelumnya memiliki porsi sekitar 27 persen dari total produksi CPO dunia atau memiliki kapasitas produksi 20 juta ton per tahun.

“Dengan absennya Indonesia di pasar CPO internasional pasca pelarangan ekspor, akhirnya Malaysia menjadi penguasa 84 persen total ekspor CPO,” katanya kepada CNN Indonesia, Minggu (8/5).

Menurutnya, kondisi tersebut merupakan kesalahan kebijakan yang membuat Malaysia mendapat durian runtuh dua kali. Pertama, harga CPO pasca pelarangan ekspor naik 9,8 persen dibanding satu bulan yang lalu.

“Harga CPO saat ini tercatat 6.400 RM per ton,” ucapnya.

Kedua, importir sawit khususnya di India, China dan Eropa mencari alternatif sawit ke Malaysia. Akibatnya, petani dan ekosistem industri CPO di Malaysia kebanjiran kontrak. Dengan demikian dikhawatirkan kontrak berlaku jangka panjang minimum 1 tahun ke depan.

Kebijakan larangan ini membuat devisa ekspor yang hilang hingga US$3 miliar per bulan dari hasil ekspor CPO Indonesia lari ke Malaysia.

hantaran/rel

Exit mobile version