PADANG, hantaran.co – Pertunjukan seni yang berjudul “Tanah Ibu, Tanah Rempah” pada Festival Pameran Jalur Rempah di depan Galeri Taman Budaya, Padang tampil memukau, pada Jumat malam (1/10).
Pertunjukan dalam pembukaan Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) yang diperankan oleh Aprililia dan diskenografikan oleh Y. Thendra BP itu, seperti berhasil mengantarkan khalayak ke dalam sebuah peristiwa sejarah, tentang kelicikan VOC.
Dimana saat itu VOC sebagai kongsi dagang terbesar Eropa (Belanda) yang telah meraup tanaman rempah (pala, lada, kulit manis, dan cengkeh) di tanah masyarakat Minangkabau.
Memukaunya peruntujakan “Tanah Ibu, Tanah Rempah” itu, tidak terlepas dari konsep yang disajikan Y Thendra BP yang memang sengaja tidak merumit-rumitkan gaya pertunjukannya. Cukup dengan aktor tunggal seorang perempuan, lada, pasir, tempayan, nyiru, dan ketiding saja, sudah menjadikan pertunjukan itu dengan sarat makna.
“Pertunjukan yang dibuat dengan sesederhana mungkin, agar pandangan khalayak menjadi satu dan tidak bercabang-cabang dalam menerka maksud dan tujuan dari pertunjukan ini,” ujar Thendra kepada Haluan (jaringan Hantaran.co).
Pertunjukan “Tanah Ibu, Tanah Rempah”, menceritakan bagaimana beban seorang perempuan Minangkabau dalam tekanan kolonialisme pada masa itu. Perempuan Minangkabau yang sistem kekerabatannya matrilinal itu, yang seharusnya menjadi tampuk pimpinan dalam kaum, kini seakan menjadi penanggung beban di tanahnya sendiri oleh kedatangan VOC tersebut.
Pada tahun 1665, VOC membangun Benteng Muara di tepi sebelah utara Sungai Batang Arau di kaki Gunung Padang. Benteng sebagai pertahanan dan penyimpanan senjata, juga terdapat gudang rempah sebagai barang dagangan VOC itu sendiri.
Semenjak kedatangan VOC ke tanah Minangkabau untuk mencari tanaman rempah sebagai komoditi pentingnya, malah membuat masyarakat Minangkabau menjadi sengsara dan menanggung beban.
Hasil panen rempah (pala, lada, kulit manis, dan cengkeh) yang seharusnya saling menguntungkan keduanya, akhirnya menjadi buntung oleh masyarakat Minangkabau, dan untung besar oleh VOC itu sendiri.
Hasil rempah yang telah dibeli dengan murahnya itu, lalu dibawa menuju Batang Arau (cikal bakal Kota Padang) menuju Benteng Muara yang terdapat gudang rempah sebagai tempat penyimpanannya.
Kemudian, setelah penuh, nantinya rempah itu akan dibawa ke Emma Heaven (sekarang Pelabuhan Teluk Bayur) untuk dikirim ke luar dengan harga yang mahal.
“Nah, dari sejarah itulah, Tanah Ibu Tanah Rempah ini hadir sebagai bentuk retrospeksi sejarah rempah di Minangkabau, sekaligus menceritakan bagaimana kedatangan VOC itu bukan sekedar merampas pemikiran dan materi masyarakat Minangkabau saja, akan tetapi juga telah memporak-porandakan kebudayaan Minangkabau,” tutur Thendra mengatakan.
Komentar