ZONA GEMPA 6.3 SR MENTAWAI, BMKG dan Pengamat Beda Pendapat

Gempa

Ilustrasi Gempa

Kalau soal pengaruhnya terhadap segmen Siberut yang menyimpan energi besar, mungkin saja ada. Sebab, lokasi episentrum gempa itu berdekatan. Gempa ini berkekuatan hingga 6,3 SR, dan itu tergolong cukup kuat, tetapi dalam durasi singkat.

Badrul Mustafa Kemal

Pengamat Gempa/Akademisi Unand

PADANG, hantaran.co — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan pengamat berbeda pendapat saat menganalisis kejadian gempa 6,3 SR di jarak 109 kilometer Barat Daya Tua Pejat, Mentawai, Selasa (17/11/2020) pukul 08.47 WIB. BMKG menilai, gempa tidak berhubungan dengan zona megathrust, sedangkan pengamat menilai sebaliknya.

Kasi Informasi dan Data BMKG Stasiun Minangkabau, Mamuri, menerangkan, gempa yang cukup mengagetkan dengan getaran yang terasa hampir di seluruh Sumbar itu bertitik lokasi di 2.87 Lintang Selatan (LS) dan 99.07 Bujur Timur (BT) arah Barat Daya Tua Pejat dengan kedalaman 10 kilometer.

“Gempa tadi pagi (kemarin) dirasakan hampir di seluruh Sumbar, bahkan sampai ke sebagian Kerinci dan Bengkulu. Meski getarannya cukup kuat, tapi gempa ini sebentar dan tidak berpotensi tsunami,” kata Mamuri kepada Haluan, Selasa (17/11/2020).

Mamuri menyebutkan, gempa diperkirakan terjadi karena aktivitas sesar dekat batas tumbukan lempeng, atau akibat sesar di Investigator Fracture Zone (IFZ) yang dekat dengan batas tumbukan lempeng. Hasil analisis menunjukkan, mekanisme sumber gempa ini adalah pergerakan mendatar (strike slip fault).

“Hingga saat ini (kemarin) belum ada gempa susulan. Namun secara umum, Sumbar tetap akan terjadi gempa lagi baik dirasakan maupun tidak, karena memang daerah ini berpotensi,” katanya lagi.

Sementara itu, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan, gempa yang terjadi kali ini tidak berhubungan dengan zona megathrust atau dikenal dengan sebutan potensi Mentawai Megathrust, yang diyakini banyak pengamat kegempaan telah menyimpan energi gempa hingga di atas 9 SR.

“Tidak berhubungan. Gempa hari ini bersumber dari dalam Lempeng Indo-Australia, sehingga bukan gempa yang disebabkan aktivitas tumbukan lempeng di zona megathrust,” kata Daryono, sebagaimana dikutip dari kompas.com, Selasa (17/11).

Daryono menerangkan, gempa akibat tumbukan lempeng lazimnya memiliki sumber gempa sesar naik (thrust fault). Selain itu menurut Daryono, gempa di Mentawai hari ini merupakan gempa dangkal. “Analisis update menunjukkan bahwa gempa ini hiposenternya berada di kedalaman 31 km, yang artinya pusat gempa ini berada di Lempeng Indo-Australia dan bukan di Lempeng Eurasia,” ujarnya lagi.

Menguatkan analisis BMKG Stasiun Minangkabau, Daryono menyebutkan bahwa sumber gempa hari ini adalah sesar geser yang terlihat berkaitan dengan sumber gempa sesar geser di Lempeng Indo-Australia di Samudera Hindia, yang dikenal dengan nama Investigator Fracture Zone (IFZ). “Struktur IFZ ini memanjang di Samudera Hindia dan relatif berarah utara-selatan dan di bagian ujung utara IFZ berdekatan dengan Zona Subduksi Sumatera,” ucapnya menutup.

Pakar : Tumbukan Lempeng

Sementara itu, Pengamat Kegempaan yang juga akademisi Universitas Andalas (Unand), Badrul Mustafa Kemal, menilai, gempa yang getarannya cukup kuat itu terjadi di kawasan zona Megatrust Mentawai. Tepatnya di segmen Sipora-Pagai yang periode ulang gempa besarnya sudah terjadi sejak 2007 hingga 2010 lalu.

“Kalau soal pengaruhnya terhadap segmen Siberut yang menyimpan energi besar, mungkin saja ada pengaruhnya. Sebab, lokasi episentrum gempa itu berdekatan. Gempa ini berkekuatan hingga 6,3 SR, dan itu tergolong cukup kuat. Akan tetapi berlangsung dalam durasi singkat,” kata Badrul kepada Haluan.

Badrul menyebutkan, biasanya gempa dengan kekuatan di atas 5 SR akan diikuti oleh gempa susulan. Namun, hingga berita ini diturunkan, BMKG memang belum mencatat terjadinya gempa susulan. “Kalau ada, gempa susulan bisa saja kekuatannya hingga 6,0,” kata Badrul.

Terkait zona Megatrust Mentawai di Segmen Siberut yang menyimpan energi besar, Badrul menegaskan bahwa tidak seorang pakar pun dapat mengetahui kapan energi itu akan keluar. Namun, ibaratkan buah, Badrul menilai gempa tersebut sudah matang.

“Dengan periode ulang 200-an tahun sejak gempa besar terakhir terjadi tahun 1797, maka sejak tahun 2000 gempa besar bahkan sangat besar sudah bisa keluar. Jika belum keluar juga dalam beberapa tahun, hingga 50 tahun ke depan juga masih berpotensi keluar,” katanya lagi.

Analisis Badrul tak jauh berbeda dengan pengamatan pakar gempa lainnya yang juga Mantan Kepala Bidang Geologi dan Air Tanah Dinas ESDM Sumbar, Nuzuwir. Menurutnya, gempa pagi hari dengan pusat di Mentawai tersebut memang terjadi di zona megatrust. “Di jalur Megathrus Mentawai. Artinya, karena ini zona aktif, suatu waktu bisa saja terjadi gempa berikutnya,” kata Nuzuwir kepada Haluan.

Namun begitu, Nuzuwir menilai gempa dengan magnitudo 6,0 (EMSC) masih tergolong dalam ukuran gempa berskala sedang, dan biasanya akan diikuti oleh gempa-gempa susulan yang lebih kecil. “Biasanya tidak memicu gempa yang lebih kuat, tetapi bisa saja berperan sebagai gempa-gempa pendahuluan (foreshock) untuk gempa utama (mainshock),” ucapnya lagi.

Nuzuwir menganalisis, gempa tektonik yang terjadi kali ini disebabkan oleh dorongan atau tekanan dari Lempeng Samudera India-Australia ke bawah zona subduksi di Mentawai. Namun demikian, ia ikut mengimbau masyarakat untuk tidak panik, tetapi tetap waspada dan siaga terhadap berbagai kemungkinan. “Banyak istighfar saja, dan berdoa agar dijauhkan dari bencana,” katanya menutup.

Kesiapan Kota Padang

Getaran akibat gempa 6,3 SR itu sendiri cukup menyentak bagi sebagian besar warga Kota Padang. Di beberapa tempat, warga dilaporkan berhamburan keluar rumah begitu merasakan gempa yang cukup kuat tapi berlangsung dalam durasi singkat tersebut.

Endra Bayu, warga Kampung Jua, Lubuk Begalung menyebutkan, ia tengah berada di dapur dan mengaku cukup kaget saat gempa terjadi. Pasalnya, sudah cukup lama ia tak merasakan gempa dengan getaran yang cukup kuat. “Sedang masak di belakang. Bergetar cukup kuat, saya lari keluar rumah, tapi Alhamdulillah hanya sebentar,” katanya kepada Haluan.

Terkait kesiapan Kota Padang dalam hal mitigasi kegempaan, Ketua DPRD Padang Syafrial Kani menilai ibu kota provinsi tidak cukup siap untuk menghadapi kemungkinan terburuk seperti gempa besar atau bahkan berujung kejadian tsunami. Menurutnya, pemerintah masih punya banyak peer soal mitigasi.

“Meski pun pemerintah telah membangun beberapa shelter evakuasi, tetapi lihat di sisi lain, apakah jalan menuju zona hijau sudah terbangun dengan baik di Kota Padang. Selain itu, sirine peringatan dini tsunami apakah berfungsi dengan baik atau tidak,” kata Politikus Gerindra itu kepada Haluan

Syafrial Kani menilai, untuk mengurangi potensi dampak korban jiwa jika hal yang ditakutkan seperti gempa besar terjadi, maka pemerintah harus terus menggiatkan sosialisasi di tengah masyarakat. Dengan tujuan, agar warga bijak menyadari potensi bencana dan bijak menyikapi jika bencana itu benar-benar terjadi.

“Tidak seorang pun yang menginginkan gempa berskala besar itu terjadi. Apalagi sampai kejadian tsunami. Tetapi, bagaimana pun kita tetap harus waspada. Pemerintah melalui instansi terkait harus memberikan pelatihan terus menerus kepada masyarakat,” ucapnya lagi. (*)

HLN/hantaran.co

Exit mobile version